Jumat, 16 Maret 2012

23. Menjawab Gugatan ; Muhamad Pedofilia & Aisyah Korban Fedopilia





"Usia Aisyah Ketika Menikah Dengan Nabi"

Fitnah Keji Kaum yang Memusuhi Islam Tentang Pernikahan Nabi Muhammad dengan Siti Aisyah 6 tahun yang digunakan untuk Propaganda Menjauhkan Umat Islam dan Cintanya kepada Rasulullah Muhammad saw yang mulia.

Fitnah Keji yang Tak Henti-Henti

Seorang teman nonmuslim suatu kali bertanya ke saya, Akankah anda menikahkan saudara perempuanmu yang berumur 6 tahun dengan seorang tua berumur 50 tahun?” Dia melanjutkan,” Jika anda tidak akan melakukannya, bagaimana bisa anda menyetujui pernikahan gadis polos berumur 6 tahun, Aisyah, dengan Nabi anda?” Saya katakan padanya,” Saya tidak punya jawaban untuk ertanyaan anda pada saat ini.” Teman saya tersenyum dan meninggalkan saya.

Bagaimanapun, pertanyaan seperti ini akan mudah menipu bagi orang-orang yang awam dalam mempercayainya. Sehingga, orang yang lemah imannya akan mudah goyah keimanannya dan kecintaannya kepada Rasulullah saw yang merupakan manusia tauladan, itulah yang menjadi target si penanya untuk menjauhkan ’umat Islam’ dari ’Islam’-nya. Untuk memberikan keraguan dan kecintaannya kepada Rasulullah saw.

Bagaimanapun, tidak akan berpikir untuk menunangkan saudara perempuan kita yang berumur 6 tahun dengan seorang laki-laki berumur 50 tahun. Jika orang tua setuju dengan pernikahan seperti itu, kebanyakan orang, walaupun tidak semuanya, akan memandang rendah terhadap orang tua dan suami tua tersebut.

Bagaimana dengan usia Rasulullah manusia sempurna? Apakah bisa sama dengan laki-laki biasa pada umumnya. Rasulullah adalah seorang utusan Allah. Apakah tidak ada suatu rasa kehormatan dan kebanggaan tersendiri mempunyai menantu Utusan Allah, dimana disholawatkan oleh setiap muslim?. Usia 50 bagi rasulullah bukanlah angka yang dianggap seperti laki-laki pada umumnya sekarang ini. Dia telah memasuki 10 tahun kerasulannya. Sehingga tidak diragukan lagi bagaimana akhlaq Rasulullah tersebut. Hanya saja sebagian musuh Islam terus saja mencari-cari sisi-sisi yang sekiranya dapat dijadikan sebagai bahan fitnahan.

Batas Usia Abad 20 Tahun 1923, pencatat pernikahan di Mesir diberi instruksi untuk menolak pendaftaran dan menolak mengeluarkan surat nikah bagi calon suami berumur dibawah 18 tahun , dan calon isteri dibawah 16 tahun. Tahun 1931, Sidang dalam oraganisasi-oraganisi hukum dan syariah menetapkan untuk tidak merespon pernikahan bagi pasangan dengan umur diatas (Women in Muslim Family Law, John Esposito, 1982). Ini memperlihatkan bahwa walaupun di negara Mesir yang mayoritas Muslim pernikahan usia anak-anak adalah tidak dapat diterima. Hal ini juga digunakan untuk membenturkan kejadian tersebut dengan umat muslim. Tiada lain adalah, menjauhkan umat Islam dari kecintaannya terhadap Muhammad.

Adalah Fitnah yang Keji Jadi, tanpa bukti yang solidpun selain perhormatan saya terhadap Nabi, bahwa cerita pernikahan gadis berumur 6 tahun dengan Nabi berumur 50 tahun adalah fitnah yang amat keji kepada Rasulullah salallahu alaihi wassalam, seseorang yang sangat mulia akhlaknya.

Latar Belakang Perkawinan dengan Aisyah dan Hafsha Dalam Sejarah Hidup Muhammad oleh Muhammad Husein Haikal disebutkan bahwa sebagai berikut: Adapun Aisyah dan Hafsha adalah puteri-puteri dua orang pembantu dekatnya, Abu Bakar dan Umar. Segi inilah yang membuat Muhammad mengikatkan diri dengan kedua orang itu dengan ikatan semenda perkawinan dengan puteri-puteri mereka. Sama juga halnya ia mengikatkan diri dengan Usman dan Ali dengan jalan mengawinkan kedua puterinya kepada mereka. Kalaupun benar kata orang mengenai Aisyah serta kecintaan Muhammad kepadanya itu, maka cinta itu timbul sesudah perkawinan, bukan ketika kawin.

Dan Inilah perkataan umar Tentang Wanita saat Jaman Jahiliyah ;

"Sungguh," kata Umar, "tatkala kami dalam zaman jahiliah, wanita-wanita tidak lagi kami hargai. Baru setelah Tuhan memberikan ketentuan tentang mereka dan memberikan pula hak kepada mereka.

Kita sudah melihat bukan, bahwa Muhammad mengawini Aisyah atau mengawini Hafsha bukan karena cintanya atau karena suatu dorongan berahi, tapi karena hendak memperkukuh tali masyarakat Islam yang baru tumbuh dalam diri dua orang pembantu dekatnya (Abu Bakar dan Umar) itu. Sama halnya ketika ia kawin dengan Sauda, maksudnya supaya pejuang-pejuang Muslimin itu mengetahui, bahwa kalau mereka gugur untuk agama Allah, isteri-isteri dan anak-anak mereka tidak akan dibiarkan hidup sengsara dalam kemiskinan.

Perkawinannya dengan Janda-Janda Perkawinannya dengah Zainab bt. Khuzaima dan dengan Umm Salama mempertegas lagi hal itu. Zainab adalah isteri 'Ubaida bin'l-Harith bin'l-Muttalib yang telah mati syahid, gugur dalam perang Badr. Dia tidak cantik, hanya terkenal karena kebaikan hatinya dan suka menolong orang, sampai ia diberi gelar Umm'l-Masakin (Ibu orang-orang miskin). Umurnya pun sudah tidak muda lagi. Hanya setahun dua saja sesudah itu ia pun meninggal. Sesudah Khadijah dialah satu-satunya isteri Nabi yang telah wafat mendahuluinya.

Kemudian peristiwa-peristiwa sejarah serta logikanya juga menjadi saksi yang jujur mendustakan cerita misi-misi penginjil dan para Orientalis itu sehubungan dengan poligami Nabi. Seperti kita sebutkan tadi, selama 28 tahun ia hanya beristerikan Khadijah seorang, tiada yang lain. Setelah Khadijah wafat, ia kawin dengan Sauda bint Zam'a, janda Sakran b. 'Amr b. 'Abd Syams. Tidak ada suatu sumber yang menyebutkan, bahwa Sauda adalah seorang wanita yang cantik, atau berharta atau mempunyai kedudukan yang akan memberi pengaruh karena hasrat duniawi dalam perkawinannya itu.

Melainkan soalnya ialah, Sauda adalah isteri orang yang termasuk mula-mula dalam lslam, termasuk orang-orang yang dalam membela agama, turut memikul pelbagai macam penderitaan, turut berhijrah ke Abisinia setelah dianjurkan Nabi hijrah ke seberang lautan itu. Sauda juga sudah Islam dan ikut hijrah bersama-sama, ia juga turut sengsara, turut menderita. Kalau sesudah itu Muhammad kemudian mengawininya untuk memberikan perlindungan hidup dan untuk memberikan tempat setarap dengan Umm'l-Mu'minin, maka hal ini patut sekali dipuji dan patut mendapat penghargaan yang tinggi.

Sedang Umm Salama sudah banyak anaknya sebagai isteri Abu Salama, seperti sudah disebutkan di atas, bahwa dalam perang Uhud ia menderita luka-luka, kemudian sembuh kembali. Oleh Nabi ia diserahi pimpinan untuk menghadapi Banu Asad yang berhasil di kucar-kacirkan dan ia kembali ke Medinah dengan membawa rampasan perang. Tetapi bekas lukanya di Uhud itu terbuka dan kembali mengucurkan darah yang dideritanya terus sampai meninggalnya. Ketika sudah di atas ranjang kematiannya, Nabi juga hadir dan terus mendampinginya sambil mendoakan untuk kebaikannya, sampai ia wafat. Empat bulan setelah kematiannya itu Muhammad meminta tangan Umm Salama.

Tetapi wanita ini menolak dengan lemah lembut karena ia sudah banyak anak dan sudah tidak muda lagi. Hanya dalam pada itu akhirnya sampai juga ia mengawini dan dia sendiri yang bertindak menguruskan dan memelihara anak-anaknya.

Adakah sesudah ini semua para misi penginjil dan Orientalis itu masih akan mendakwakan, bahwa karena kecantikan Umm Salama itulah maka Muhammad terdorong hendak mengawininya?

Kalau hanya karena itu saja, masih banyak gadis-gadis kaum Muhajirin dan Anshar yang lain, yang jauh lebih cantik, lebih muda, lebih kaya dan bersemarak, dan tidak pula ia akan dibebani dengan anak-anaknya. Akan tetapi sebaliknya, ia mengawininya itu karena pertimbangan yang luhur itu juga, sama halnya dengan perkawinannya dengan Zainab binti. Khuzaima, yang membuat kaum Muslimin bahkan makin cinta kepadanya dan membuat mereka lebih-lebih lagi memandangnya sebagai Nabi dan Rasul Allah. Di samping itu mereka semua memang sudah menganggapnya sebagai ayah mereka. Ayah bagi segenap orang miskin, orang yang tertekan, orang lemah, orang yang sengsara dan tak berdaya. Ayah bagi setiap orang yang kehilangan ayah, yang gugur membela agama Allah.

Penelusuran Bukti-bukti


I.Bukti Historis ;

1). Argumentasi Historis “Aisyah”
Sebagaimana diriwayatkan oleh hadits Bukhari, dilaporkan bahwa Aisyah mengeluarkan pernyataan;  “aku masih seorang anak kecil” pada saat Surat al-Qamar, surat yang ke-54, turun.
Sementara Surat al-Qamar turun pada saat sembilan tahun sebelum hijrah , yaitu sebelum hijrahnnya Rasulullah SAWW beserta pengikutnya dari Mekkah ke Yastrib (Madinah).
Sejarah mencatat, Nabi Muhammad menikahi Aisyah satu tahun setelah hijrah. 
 Ini berarti, Aisyah dinikahi pada usia yang sudah layak. Mengapa demikian?
Kita Garis Bawahi pernyataan Aisyah bahwa “dirinya masih anak kecil” itu diucapkan pada saat dirinya berusia antara lima sampai sembilan tahun.
Hingga bisa kita buktikan jika Aisyah menikah dengan Nabi Muhammad  adalah ; 10 tahun kemudian, yaitu sembilan tahun sebelum hijrah ditambah satu tahun sesudah hijrah.
Rincian ;
Ucapan “Aku Masih Kecil” ( diucapkan 9 Tahun Sebelum Hijrah) ; saat itu umur Aisyah ± 5 / 9 Tahun.
Sehingga umur Aisyah saat Hijrah berusuia ± 14 / 18 Tahun
Sedangkan Aisyah Menikah dengan Nabi setelah satu Tahun Hijrah.
Jadi,,, ± 5 / 9 Tahun + 10 Tahun kemudian =  ± 15 / 19 Tahun
Ini artinya, saat Aisyah Menikah itu berusia antara 15 sampai 19 tahun.
2). Perang BADAR dan UHUD

Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr dijabarkan dalam Hadist Muslim, (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab Karahiyati’l-isti`anah fi’l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan: “ketika kita mencapai Shajarah”. Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar. Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab Ghazwi’l-nisa’ wa qitalihinnama`a’lrijal): “Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb].”

Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud dan Badr. Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu’l-maghazi, Bab Ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-ahza’b): “Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb.”

Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 years akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perangm, dan (b) Aisyah ikut dalam perang badar dan Uhud

Kesimpulan : Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 6 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.

3).KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting dalam sejarah Islam:

pra-610 M: Jahiliyah (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu 610 M: turun wahyu pertama dan AbuBakar menerima Islam 613 M: Nabi Muhammad mulai mengajar ke Masyarakat 615 M: Hijrah ke Abyssinia. 616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam. 620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah 622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Madinah. 623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah

II. Argumentasi Hadits
Bukti 1: Pengujian Terhadap Sumber Fitnah Keji ”Pernikahan gadis polos berumur 6 tahun, Aisyah, dengan Nabi” Sebagaian besar riwayat yang menceritakan hal ini yang tercetak di hadist yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibn `Urwah, yang mencatat atas otoritas dari Bapaknya, Yang mana seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga.
Adalah aneh bahwa tak ada seorangpun yang di Medinah, dimana Hisham ibn `Urwah tinggal, sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, disamping kenyataan adanya banyak murid-murid di Medinah termasuk yang kesohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal ini. Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, dimana Hisham tinggal disana dan pindah dari Medinah ke Iraq pada usia tua.

Tehzibu’l-Tehzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat : "Hisham sangat bisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq” (Tehzi’bu’l-Tehzi’b, Ibn Hajar Al-`asqala’ni, Dar Ihya Al-Turath Al-Islami, 15th Century. Vol 11, p.50).

Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq:” Saya pernah dikasih tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq (Tehzi’b u’l-Tehzi’b, IbnHajar Al- `asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, Vol.11, p. 50).

Mizanu’l-ai`tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadist Nabi saw mencatat: “Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok” (Mizanu’l-ai`tidal, Al-Zahbi, Al-Maktabatu’l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).

Kesimpulan Bukti 1 : Berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah jelek dan riwayatnya setelah pindah ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel.

Bukti 2: Meminang Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun. Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: “Semua anak Abu Bakar (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyah dari 2 isterinya ” (Tarikhu’l-umam wa’l-mamlu’k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara’l-fikr, Beirut, 1979).

Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613M, Yaitu 3 tahun sesudah masa jahiliyah usai (610 M).

Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur minimal 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.

Kesimpulan Bukti 2 : Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.

Bukti 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah Menurut Ibn Hajar, “Fatimah dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun. Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah ” (Al-isabah fi tamyizi’l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu’l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978).

Jika Statement Ibn Hajar adalah factual, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, usia Fatimah minimal 17 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah minimal 12 tahun.

KESIMPULAN: Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia 6 tahun tidak benar dan merupakan fitnah sangat keji yang tidak berdasar yang sengaja dilontarkan oleh kaum yang ingin menjauhkan Muhammad dari hati umat Islam..

Bukti 4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma’ Menurut Abda’l-Rahman ibn abi zanna’d: “Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la’ma’l-nubala’, Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu’assasatu’l-risalah, Beirut, 1992). Menurut Ibn Kathir: “Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya (Aisyah)” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, IbnKathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933).

Menurut Ibn Kathir: “Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut riwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau bebrapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933)

Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: “Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H.” (Taqribu’l-tehzib, Ibn Hajar Al-Asqalani,p. 654, Arabic, Bab fi’l-nisa’, al-harfu’l-alif, Lucknow).

Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah berselisuh usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (622M). Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada tahun dimana Aisyah berumah tangga.

Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda’l-Rahman ibn abi Zanna’d, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun.

Dalam bukti 3, Ibn Hajar memperkirakan usia berdasar usia Fatimah, Aisyah 12 tahun dan dalam bukti 4 Ibn Hajar berdasar usia Asma’ maka usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi sama sekali usia menikah tidak dalam usia 6 tahun.

Kesimpulan Bukti 4: Ibn Hajar dalam periwayatan usia Aisyah jelas membantah usia 6 tahun dalam menikah.

Bukti 5: Terminologi bahasa Arab Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah (Khadijah), Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepada nya ttg pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: “Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)”. Ketika Nabi bertanya tentang identitas gadis (bikr) tersebut, Khaulah menyebutkan nama Aisyah.

Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 6 tahun. Kata yang tepat untuk gadis belia yang masih suka bermain-main adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah.. Bikr disisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaiaman kita pahami dalam bahasa Inggris “virgin”. Oleh karean itu, tampak jelas bahwa gadis belia 6 tahun bukanlah “wanita” (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p. .210,Arabic, Dar Ihya al-turath al-`arabi, Beirut).

Kesimpulan Bukti 5: Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist diatas adalah “wanita dewasa, yang belum punya pengalaman sexual dalam pernikahan (virgin).” Oleh karena itu, Aisyah adalah seorang gadis dewasa pada waktu menikahnya.

Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia 6 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah saw dan Aisyah ketika berusia 6 tahun. Orang-orang arab tidak pernah keberatan dengan pernikahan seperti ini, karena ini tak pernah terjadi sebagaimana isi fitnah keji tersebut.

Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 6 tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran tidak sesuai dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama di Iraq adalah tidak reliable dan kontradiksi dengan pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim yang menunjukkan mengenai usia menikah Aisyah 6 tahun ketika menikah adalah tidak nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam.

Oleh karena itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan mempercayai usia Aisyah 6 tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tersebut dan lebih layak disebut sebagai fitnah yang keji.


Kesimpulan – Kesimpulan ;
*)  Sejarah yang menyatakan bahwa Aisyah menikah saat berusia sembilan tahun tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan menodai pribadi agung Rasulullulah saw. Beberapa cendekiawan muslim di tempat saya, yaitu di Islamisk Kultur Centrum i Lund di Swedia, seperti Syeikh Ali dari Al-Azhar Kairo, berpendapat Aisyah tidak dinikahi saat masih anak-anak. Justru catatan sejarah sendiri banyak mengatakan jika Usia Aisyah saat menikah dengan Nabi adalah bukan pada usia dini (anak-anak)
*) Kaum orientalis senantiasa mencari sisi-sisi dalam Islam sebagai bahan fitnahan. Suatu bukti bahwa moral kaum orientalispun harus dipertanyakan. Untuk itu Umat Islam tidak akan terpengaruh dan tidak akan goyah cintanya kepada Rasulullah saw, Utusan Allah manusia sempurna. Tidak pernah terjadi permasalahan yang buruk di dalam pernikahan dan kehidupan keluarga Rasulullah saw yang mulia.


 II) Apakah Aisyah Korban Pedofilia? 
=========================

Dari bukti-bukti yang saya jabarkan secara mendetail diatas sebetulnya udah cukup kuat untuk meruntuhkan tuduhan keji para penghujat Nabi Besar kami Muhamad.Saw yang mengatakan; jika “Aisyah menikah dengan Nabi saat masih kanak-kanak” dan “Apakah Aisyah Korban Pedopilia”, yang pada dasarnya hanya berdasar atas kebencian mereka terhadap Islam semata.

Lebih lanjut mari kita bahas hujatan mereka sekalilagi Tentang apakah banar jika ; “Apakah Aisyah Korban Pedopilia”

“seorang pedofil pasti mencari-cari korban anak-anak di bawah umur untuk pelampiasan nafsunya”

sering kita temui pelaku pedofil berusia 68 tahun dan korbannya 5 tahun, 6 tahun, 7 tahun, 12 tahun, dll…. yang namanya korban pedofil, PASTI TRAUMA atas kejadian ; “Pencabulan atau pemerkosaan” para pedofil atas dirinya….

lalu, FFI menuduh Rasulullah.SAW sebagai pedofil karena menyetubuhi Aisyah.ra di usia belia (ada riwayat mengatakan 9 tahun ada juga yang 12 tahun)… padahal hadits-hadits itu tidak menyatakan “MENYETUBUHI” melainkan “MENIKAHI”

Lantas , apakah atas dasar hal tsb Aisyah termasuk korban pedofil?

Lantas, apakah korban pedofil yang banyak riwayat oleh hadis justru menjelaskan sifat yang “PENCEMBURU”…

MANA ADA KORBAN PEDOFIL CEMBURU DENGAN WANITA LAIN KARENA PELAKU PEDOFILNYA BERDEKATAN PADA WANITA ITU????

ya, ini salah satu SKAK MAT buat FFI, di forum internasionalnya, seorang netter Muslim bernama ABI FATHAN (nick-nya di FFI Indonesia dan AFFI: MONTIR KEPALA) berdebat dengan Ali Sina soal ini.


“wasalam”

22. Jawaban Gugatan; Larangan Muhamad, Jika Sayyidah Fatimah dipoligami oleh Ali bin Abu Tholib ?



Mari kita lihat pendapat putrinya nabi muhamamad,fatimah ketika hendak dipoligami sama Ali bin Abi Thalib,

Ali bin Abi Thali berniat menikahi putri Abu Jahal. Ali bin Abi Thalib meminta izin kepada istrinya. mendengar berita itu, Fatimah marah dan melaporkannya kepada ayahanda, Muhammad. Seketika nabi Muhammad marah besar. para sahabat bersaksi bahwa mereka tidak pernah melihat muhammad semarah itu. Muhammad berkata kepada putrinya, “engkau adalah putriku. siapa yang membuatmu marah, berarti membuatku marah juga.”

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari hadist Almiswar bin Makhromah berkata : “Ali melamar putri Abu Jahal, lalu Fatimah mendengarnya lantas ia menemui Rasul Saw,

berkatalah Fatimah :

kaummu meyakini bahwa engkau tidak pernah marah karena putrimu; Ali menikahi putri Abu Jahal, maka berdirilah Rasulullah Saw dan saya mendengar ketika dia membaca dua kalimat syahadat lalu berkata :

Rasulullah berkata ;

aku menikahkan anakku dengan Abul As bin Robi’ dan diatidak membohongiku, sesunggunhya Fatimah itu bagian dari saya, dan saya sangat membenci orang yang membuatnya marah.

Demi Allah putri Rasulullah dan putri musuh Allah tidak pernah akan berkumpul dalam naungan seorang laki-laki maka kemudian Ali membatalkan (lamaran itu)”. diriwayatkan Bukhori dan Muslim.

Rasulullah saw bersabda:

فاطمة بضعة مني يريبني ما أرابها ويؤذيني ما آذاها

“Fatimah adalah bagian dari diriku, menggoncangkan aku apa saja yang menggoncangkan dia, dan menyakitiku apa saja yang menyakitinya.”

Rasulullah berkhutbah di dalam mesjid di hadapan kaum muslimin. di situ hadir Ali bin Abi Thalib. maka Rasulullah berkata, “Demi Allah, selama Fatimah adalah putri Rasulullah, maka aku tidak akan mengizinkan putriku serumah dengan putri musuh Allah.”

Ali bin Abi Thalib pulang dari mesjid dengan sedih, karena merasa telah membuat rasulullah marah besar. sesampainya di rumah, Ali bin Abi Thalib langsung berbicara kepada Fatimah. “Wahai istriku, aku minta maaf, karena telah berniat menikahi putri Abu Jahal. hari ini, dimesjid rasulullah berkhutbah dan dengan marah mengatakan bahwa beliau tidak akan mengizinkan engkau serumah dengan putri abu jahal. aku tidak ingin membuat rasulullah dan putrinya marah. sudikah engkau memaafkanku?”

Fatimah menganggukan kepala dan menyatakan bersedia memaafkan Ali Bin Abi Thalib.. yg akhirnya tidak melakukan poligami. na loh kalian yg setujuh poligami !.. Fatimah aja nggak mau di madu !! Mengenai Fathimah Azzahra ra tentulah tak mengingkari poligami, dan ia tak akan mengingkari semua hukum Allah dan Sunnah Rasul saw.

Jawaban:

Sebagaimana ketika Usamah bin Zeyd ra meminta keringanan untuk seorang wanita muhajirin yg mencuri, maka Rasul saw naik mimbar dan berwasiat, “sungguh ummat sebelum kalian bila oran orang terhormat maka diringankan atas mereka, bila kaum dhuafa maka didirikanlah hukum, Demi Allah bila Fathimah putri muhammad mencuri maka Muhammad akan memotong tangannya” (shahih Bukhari hadits no.6406).

ini menunjukkan bahwa tak mungkin Rasul saw mengajarkan sunnah poligami namun melarang khusus untuk putrinya, maka ini adalah pemahaman yg keliru, dan tentunya Putri Rasulullah saw ini sangat mulia dg mencintai sunnah Nabi saw, dan bisa dipastikan bahwa wanita mulia ini adalah wanita yg paling mencintai sunnah, karena Fathimah ra adalah didikan Rasulullah saw.

Mengenai Rasul saw melarang Ali bin Abu Tholib berpoligami, itu karena Ali Bin Abu Tholib berencana menikah dengan putri Abu Jahal, dan tentunya Ali bin Abu Tholib ingin menyelamatkan putri Abu Jahal yang muslimah dari kekejian ayahnya, namun Rasul saw tak menyetujui itu, karena mensejajarkan putri beliau saw dengan Putri Abu Jahal akan membuat fitnah baru dengan mengatakan bahwa Rasul saw memerangi kuffar namun berbesan dengan musuh Allah, memerintahkan muslimin memerangi orang orang kafir namun menyambung hubungan keluarga dengan pimpinan Musuh Allah.

Kalangan antipoligami juga sering mengetengahkan hadits tentang larangan Rasulllah saw terhadap Ali berpoligami saat masih beristeri dengan puteri beliau, Fatimah ra.

Mereka mengutip Hadits: Nabi saw marah besar ketika mendengar putri beliau, Fathimah binti Muhammad saw, akan dipoligami Ali bin Abi Thalib ra. Ketika mendengar rencana itu, Nabi pun langsung masuk ke masjid dan naik mimbar, lalu berseru: “Beberapa keluarga Bani Hasyim bin al-Mughirah (kerabat Abu Jahl) meminta izin kepadaku untuk mengawinkan putri mereka (anak Abu Jahl) dengan Ali bin Abi Thalib.

Ketahuilah, aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi tidak akan mengizinkan. Sungguh tidak aku izinkan, kecuali Ali bin Abi Thalib menceraikan putriku terlebih dahulu, Fatimah Bagian dari diriku, apa yang meragukan dirinya meragukan diriku, dan apa yang menyakiti hatinya menyakiti hatiku, aku sangat kwatir kalau-kalau hal itu mengganggu pikirannya (Jâmi’ al-Ushûl, juz XII, 162, Hadits: 9026).

Penggunaan Hadits ini untuk melarang poligami ternyata tidak sesuai dengan latar-belakang pelarangan tersebut. Nabi saw melarang Ali ra menikah lagi karena hendak dinikahi Ali ra anak musuh Allah Swt, Abu Jahl. Menurut Rasulullah saw tidak layak menyandi putri utusan Allah dengan putri musuh Allah.

Sehingga, letak pelarangan tersebut bukan pada poligaminya, namun lebih kepada person yang hendak dinikahi. Beliau sendiri juga menegaskan, tidak mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram. Hal ini dapat disimpulkan dari Hadits yang sama dari riwayat lain.

Dalam riwayat al-Bukhari, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Fatimah adalah dari diriku dan aku khawatir agama akan terganggu. “Kemudian beliau menyebutkan perkawinan Bani Abdi Syams dan beliau menyanjung pergaulannya, “Dia bicara denganku dan mempercayaiku, dia berjanji padaku dan dia penuhi.

Dan sungguh aku tidak mengharamkan yang halal dan tidak pula menghalalkan yang haram, akan tetapi, demi Allah, jangan sekali-kali bersatu putri Utusan Allah dengan putri musuh Allah.” (H.R. Bukhari)

Sebab yang paling mungkin adalah sesuai perkataan beliau sendiri, bahwa mengguncang Fatimah sama saja dengan mengguncang Rasul. Beliau mencintai putrinya dan tidak ingin membiarkan keguncangan (apapun yg bisa beliau cegah, termasuk poligami) menyusahkan putrinya itu.

Rasulullah pastilah sangat mengenal putrinya, tahu apa yg sanggup menguatkannya dan apa yg mengguncangkannya. Kalau Abu Bakar melepaskan putrinya Aisya mjd istri ke-sekian Nabi, maka itu adalah hak Abu Bakar karena ia mengenal putrinya itu. Tapi kalau Rasulullah melarang putrinya di poligami, hadis itu memberi pelajaran pada saya, bahwa seorang ayah bisa saja melepas putrinya dipoligami tapi bisa juga ia mencegahnya.

Selain itu penolakan Fatimah untuk dipoligami adalah memang karena Fatimah tidak siap dipoligami. Kesiapan setiap perempuan berbeda-beda. Dan seorang laki-laki tidak bisa menyamaratakan semua perempuan. Sebagaimana diisyaratkan dalam riwayat berikut ini:

Ibn Sa‘ad (168 H/764 M–230 H/845 M) dalam kitabnya, Al-Thabaqât Al-Kabîr, mencatat dialog menarik berikut ini: Amrah binti Abdurrahman berkata, “Rasulullah ditanya, ‘Rasulullah, mengapa engkau tidak menikahi perempuan dari kaum Anshar? Beberapa di antara mereka cantik-cantik.’

Rasulullah menjawab, ‘Mereka perempuan-perempuan yang mempunyai kecemburuan besar yang tidak akan bersabar dengan madunya. Aku mempunyai beberapa istri, dan aku tidak suka menyakiti kaum perempuan berkenaan dengan hal itu.’”

Kesiapan mental setiap perempuan berbeda-beda. Karena itu, suami bijak yang ingin meneladani Nabi tidak akan memaksakan kehendaknya untuk berpoligami jika istrinya tidak siap dan sabar dimadu serta sangat pencemburu. Sebab, Nabi pun tidak suka menyakiti perasaan perempuan dalam hal ini.

Memaksakan poligami terhadap istri yang tidak sanggup dimadu hanya akan menimbulkan gejolak yang tidak perlu dalam kehidupan berumah tangga. Ini tentunya menyalahi tujuan perkawinan sebagaimana diajarkan Allah:

untuk menciptakan ketenteraman (sakînah) dalam hati suami-istri (QS Al-Rûm [30]: 21).

Kutipan dari ENSIKLOPEDI MUHAMMAD, Afzalur Rahman, Jilid 4 (Muhammad sebagai Suami dan Ayah), h. 99, Pelangi Mizan, 2009):

21. Menjawab Gugatan ; Muhamad menawarkan perceraian istrinya Hazrath Sawda?





Pertanyaan ;

Pertanyaan saya adalah bahwa Nabi Muhammad (saw) menawarkan perceraian Hazrath Sawda (ra) karena dia menemukan sulit untuk bersaing dengan istri muda lainnya, tapi dia menolak karena dia mengatakan dia ingin dibangkitkan sebagai istrinya, apa artinya menemukan sulit untuk bersaing.

Apakah Nabi memberikan lebih banyak waktu untuk istri-istri lainnya, meskipun seorang suami harus adil dengan semua istri? Please reply at earliest thanks. Silakan balas di awal berkat.

Jawaban

Pertanyaan: Pertanyaan saya adalah tentang Nabi Muhammad (damai dan berkah besertanya) mengusulkan perceraian untuk Sawda (salah seorang istrinya) karena kelambatan dan kemalasan dalam hubungannya dengan istri mudanya.

Namun, Sawda (ra dengan dia) tidak menerima itu dan ingin tetap sebagai istrinya.

Jawaban: Ada beberapa informasi tentang Nabi Muhammad (saw) ingin menceraikan Sawda. Namun, alasan untuk ini tidak bahwa ia tua atau berperilaku perlahan.

Sawda adalah putri dari Zem'a yang milik Amir b. Luay, sebuah cabang dari suku Quraisy. Sawda menikah dengan Sakran, saudara Suhayl b. Dia menerima Islam sebelum suaminya dan memainkan peran penting dalam suaminya memilih Islam.

Pada saat Muslim disiksa di Mekkah, Sakran dan istrinya berhijrah ke Abyssinia tapi dia meninggal di sana beberapa waktu kemudian.

Sawda kembali ke Mekah setelah kematian suaminya. Pada saat ini, Khadijah, istri pertama Nabi, baru saja meninggal. Nabi Muhammad (saw) memiliki anak-anak yang membutuhkan perawatan.

Nabi, yang bernama tahun kematian Khadijah sebagai 'tahun kesedihan' adalah memiliki waktu yang bermasalah. Dia ditinggalkan sendirian. Situasi Nabi dirasakan oleh semua orang. Maz'un, melihat kesedihan Nabi dan mengusulkan untuk menemukan pasangan untuknya, dan dia setuju.

Nabi Muhammad (SAW) sangat banyak dipengaruhi oleh kesetiaan kepada iman Sawda telah menunjukkan dan sebagai akibat dari rasa hormat dan nilai tinggi yang ia melekat padanya, ia mengusulkan untuk menikahinya.

Pernikahan terjadi tiga tahun sebelum Hijrah (migrasi dari Mekah ke Madinah). Untuk pernikahan, Nabi pergi ke rumah Sawda dan ayahnya melakukan upacara pernikahan.

Para mihr (uang yang diberikan kepada istri sebelum menikah dengan suami) yang diberikan oleh Nabi Muhammad (SAW) kepada istrinya senilai empat ratus dirham.

Sawda memiliki saudara yang awalnya politeis tetapi kemudian memilih agama yang sah.

Setelah menikah, Sawda tampak setelah anak-anak Nabi dan membawa mereka dengan belas kasihan ibu.

Sawda, yang mendapatkan kehormatan menjadi istri kedua Nabi Muhammad (saw), meninggal pada 640 Masehi (19, dari Hijriyah) pada saat Khalifah Umar, menurut riwayat soundest.

Sebagaimana terlihat, Nabi Muhammad (SAW) mengambil wanita tua ini benar di bawah perawatan, yang telah terpisah dari kerabat dan bergabung dengan kelompok orang percaya dan yang tidak pernah ingin kembali ke politeisme yang kerabat percaya, dan Nabi melakukan ini hanya karena ia setia kepada Allah dan agama-Nya, dan demikian ia memberinya kehormatan menjadi ibu dari orang percaya.

Sawda jangkung dan berat dalam tubuh dan dalam tindakannya. Karena dia tidak bisa bergerak cepat, ia meminta izin untuk berangkat dari Muzdalifa sebelum orang lain dalam Ziarah Final Nabi. Di sisi lain, salah satu aset paling penting dari Sawda adalah kemurahan hatinya. Suatu hari, Umar (ra dengan dia) dikirim tas untuk Sawda. Sawda bertanya apa yang di kantong. Ketika ia mengetahui bahwa itu uang, dia diperintahkan untuk didistribusikan kepada orang miskin.


Salah satu poin yang membedakan dia dari istri-istri Nabi yang lainnya adalah ketaatan utama nya. Selain itu, Sawda adalah di antara mereka yang meriwayatkan hadis dari Nabi. . Namun, hadits diriwayatkan oleh dia tidak lebih dari lima. Bukhari mengambil salah satu dari hadist ini dalam bukunya.

Zurara meriwayatkan hadist dari Sawda.

Sebelum kematiannya, Sawda diwariskan kamarnya untuk temannya Aisyah, yang tinggal di kamar sebelahnya.

Dengan cara ini, Aisyah memiliki kesempatan untuk memperluas rumahnya, yang sangat terbatas sebagai Nabi itu terkubur di salah satu sisi kamarnya.

Dalam As-Siratu'n-Nabawiya oleh Ibn Hisham, salah satu sumber yang paling penting dari sejarah Islam, ada beberapa riwayat selain dari yang di atas.

Menurut buku ini, beberapa saat setelah pernikahan, menyebabkan beberapa keterlambatan Sawda dalam hubungan Nabi dengan putri-putrinya.

Sekali lagi dalam sumber yang sama, acara di mana Nabi memutuskan untuk Sawda perceraian juga disebutkan.

“O Aba Yazid! Amr, saudara almarhum suaminya, di antara tawanan Perang Badar dengan tangan terikat, dia berkata: "Wahai Aba Yazid!

Bagaimana Anda menyerah?

Bisakah Anda tidak mati dengan kehormatan Anda "Ketika Nabi mendengar ini, ia berkata:

Apakah Anda menentang Allah dan Rasul-Nya "Sawda menjawab:" Wahai Rasulullah!

Aku bersumpah kepada Allah yang telah mengutus Anda sebagai Nabi yang sah bahwa saya tidak bisa membantu mengatakan hal ini ketika saya melihat Abu Yazid seperti itu "Kemudian, Nabi Muhammad (SAW) yang dimaksudkan untuk menceraikan Sawda, tapi ia mengaku:" Hai Nabi, tidak ceraikan aku!

Perlu saya dalam nikah Anda; menunjukkan belas kasihan!

"Lalu Nabi menerima keinginannya.

Sumber-sumber Islam adalah dari pendapat yang sama bahwa setelah peristiwa ini, pernikahan mereka terus tanpa masalah.

Singkatnya, Sawda adalah wanita yang meringankan kesedihan Nabi setelah kematian Khadijah, yang melakukan pekerjaan rumah tangga, yang memenuhi tugas ibu untuk enam anak dan yang paling penting yang mendapatkan 'ibu dari orang percaya' judul.

(Ibn Sa'd, Tabaqatul-Kubra, Beirut, ty, VIII, 52-58; Ibnul-Athir, al-Kamil fi't-Tarih, trans. M. Beşir Eryarsoy, Istanbul 1985, II, 138 and others; Muhammad Hamidullah, The Prophet of Islam, trans. Salih Tuğ, Istanbul 1980, II, 730-731; Mevlana Shibli, Asr Saadah, trans. Ö. Rıza Doğrul, Istanbul 1981, II, 138-140). (Ibn Saad, Tabaqatul-Kubra, Beirut, ty, VIII, 52-58; Ibnul-Atsir, al-Kamil fi't-Tarih, trans M. Beşir Eryarsoy, Istanbul 1985, II, 138 dan lain-lain;. Muhammad Hamidullah, Nabi Islam, trans Saleh Tug, Istanbul 1980, II, 730-731;. Mawlana Syibli, Ashar Saadah, trans O. Riza Doğrul, Istanbul 1981, II, 138-140)..

20. Membantah Gugatan ; Muhammad Menikahi Khadijah Secara Kristen





Siapa Bilang Rasulullah Muhammad SAW Menikah Secara Kristen … ??? – Setali tiga uang!! Itulah misi yang diusung oleh para misionaris JIL –kelompok jaringan liberal berkedok Islam– dan penginjil Kristen.

Hal ini nampak nyata dengan banyaknya persamaan jurus ketika mereka menggugat Islam baik kesucian Rasulullah, otentisitas Al-Qur’an wahyu Allah, validitas hadits Nabi, maupun keagungan syariat Islam.

Salah satu objek yang tak pernah surut dari hujatan para misionaris JIL dan penginjil Kristen adalah soal pernikahan Rasulullah SAW dengan Khadijah bintu Khuwailid.

Mohamad Guntur Romli, salah seorang punggawa JIL menuding pewahyuan Al-Qur’an adalah proses kolektif, baik sumber maupun proses kreatifnya. Al-Qur’an adalah kitab saduran yang menyunting (mengedit) keyakinan dan kitab suci Kristen sekte Ebyon, yang disesuaikan dengan kepentingan penyuntingnya. Salah satu kepentingannya adalah karena kedekatan Nabi Muhammad dengan Waraqah bin Naufal, seorang rahib Kristen Ebyon, yang memiliki jasa besar dalam menikahkannya dengan Khadijah.

Berikut tuduhan Guntur:

“Bukti lain bahwa Al-Quran tidak bisa melampaui konteksnya adalah kisah tentang Nabi Isa (Yesus Kristus). Sekilas kita melihat bahwa kisah Nabi Isa dalam Al-Quran berbeda dengan versi Kristen.

Dalam Al-Quran, Isa (Yesus) hanyalah seorang rasul, bukan anak Allah, dan akhir hayatnya tidak disalib. Sementara itu, dalam doktrin Kristen, akhir hidup Yesus itu disalib, yang diyakini untuk menebus dosa umatnya.

Ternyata kisah tentang tidak disalibnya Nabi Isa juga dipengaruhi oleh keyakinan salah satu kelompok Kristen minoritas yang berkembang saat itu, yakni sekte Ebyon.

Bagi kelompok Kristen mayoritas yang menyatakan Isa (Yesus) mati disalib, sekte Ebyon adalah sekte Kristen yang bidah…

Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa Al-Quran lebih memilih pandangan Ebyon yang minoritas dan keyakinannya dianggap bidah oleh mayoritas Kristen waktu itu?

Saya memiliki dua asumsi.

Pertama, karena pandangan Ebyon ini lebih dekat dengan akidah ketauhidan Islam. Kedua, sepupu Khadijah bernama Waraqah bin Naufal adalah seorang rahib sekte Ebyon. Kedekatan Waraqah dengan pasangan Muhammad–Khadijah diakui oleh sumber-sumber Islam, baik dari buku-buku Sirah (Biografi Nabi Muhammad), seperti Sirah Ibn Ishaq dan Ibn Hisyam, ataupun buku-buku hadis standar: Al-Bukhari, Muslim, dan lain-lain.

Waraqah adalah wali Khadijah yang menikahkannya dengan Muhammad. Seorang perempuan kali itu –yang kemudian dilanjutkan oleh syariat Islam– tidak bisa menikah tanpa seorang wali laki-laki. Bisa dibayangkan kedekatan Waraqah dengan Khadijah dan Muhammad.

Kesimpulan saya sementara kisah Isa (Yesus) dalam Al-Quran, yang menegaskan bahwa Isa hanyalah seorang rasul, bukan anak Tuhan, dan tidak ada penyaliban terhadapnya adalah “saduran” dari keyakinan sebuah sekte Kristen: Ebyon.” (Pewahyuan Al-Qur’an: Antara Budaya dan Sejarah,” (http://www.korantempo.com/).

“Tudingan Guntur itu bukan hal yang baru dalam daftar gugatan para musuh Islam. Jauh sebelumnya, tudingan yang sama dilontarkan oleh Pendeta Muhammad Nurdin –anggota WASAI/TAZI Lembaga Alkitab Indonesia– dengan dosis yang lebih tinggi.

Dalam buku-buku kristenisasi berkedok Islam yang ditulisnya, Nurdin menuding Rasulullah sebagai orang yang banyak berhutang budi kepada Kristen karena sebelum jadi nabi, Muhammad menikah dengan Khadijah, seorang wanita Kristen yang taat ke gereja.

Prosesi pernikahan Muhammad dengan Khadijah dilangsungkan dengan tatacara ritual Kristen, di mana yang bertindak sebagai wali nikah adalah pastur besar bernama Romo Waraqah bin Naufal. Maka dalam khutbah nikah tersebut Romo Waraqah membacakan ayat-ayat Taurat dan Injil. Tak lupa, Romo Waraqah menghadiahkan kado nikah kepada Muhammad berupa sebuah Alkitab (Bibel).

Setelah menikah, selama 15 tahun Muhammad kursus Alkitab (Bibel) bersama Khadijah. Atas dasar itulah, maka Nurdin menyimpulkan bahwa Muhammad pernah beribadah secara Kristen di gereja selama 15 tahun bersama Khadijah dan pamannya, Romo Waraqah bin Naufal.

“Bila pamannya Siti Khadijah yaitu Waraqah bin Naufal, faham akan Taurat dan Injil, beliau adalah seorang Pendeta besar, atau seorang Pastur besar atau seorang Penginjil besar dan pada pernikahan Muhammad SAW dan Siti Khadijah tentulah beliau bertindak sebagai Wali atau Penghulu pada waktu itu, dan menyampaikan Firman Allah yaitu Taurat dan Injil, agama Yahudi dan Nasrani, karena agama Islam dan Alquran belum ada pada waktu itu” (Keselamatan Didalam Islam, hlm. 24).

“Pada waktu pernikahan berlangsung antara Muhammad SAW dengan Siti Khadijah seorang Nasrani, dan pasti hadiah Waraqah bin Naufal sebagai seorang Pendeta atau Pastur adalah sebuah Alkitab. Dan tentu Muhammad SAW selama 15 tahun bersama istrinya Siti Khadijah mempelajari Alkitab” (Keselamatan Didalam Islam, hlm. 53).

“Istri beliau Siti Khadijah beragama Kristen Nasrani dan paman beliau Waraqah bin Naufal adalah pendeta bersama pendeta alim Buhaira namanya, dan umat pada waktu itu adalah semua umat Kristen Nasrani yang beribadah tentu di gereja, karena masjid pada waktu itu belum ada” (Ayat-ayat Penting di dalam Al-Qur’an, hlm. 68).

“Pada waktu Muhammad SAW berumur 25 tahun beliau menikah dengan Khadijah yang beragama Nasrani. Dan pada waktu itu Muhammad SAW berumur 40 tahun beliau bertahanuts menyendiri. Bila demikian Muhammad SAW telah bersama istrinya selama 15 tahun, beliau tentu beribadah bersama istrinya dan pamannya Waraqah bin Naufal dan Pendeta Buhaira yang mana tentu Muhammad SAW ikut beribadah Nasrani dan beliau bertahanuts menyendiri dengan segala bekal dan pelajaran Alkitab, Taurat dan Injil” (Keselamatan Didalam Islam, hlm. 35).

Sebenarnya, pernikahan Muhammad SAW dengan Khadijah sudah lama jadi primadona bagi para misionaris JIL dan Kristen untuk menyengat akidah Islam. Tetapi lemahnya validitas data menjadikan tulisan mereka bernilai tak lebih dari sebuah “teologi imajiner.” Karenanya, kita tidak butuh rekayasa dan dugaan-dugaan untuk membantah tuduhan-tuduhan itu, karena sejarahlah yang otomatis menjawabnya:

Pertama, Khadijah bintu Khuwailid memang memiliki paman seorang rahib bernama Waraqah bin Naufal. Tapi Waraqah bukanlah orang yang menikahkan Khadijah dengan Muhammad. Kitab-kitab sejarah Nabi mencatat bahwa yang meminang Khadijah adalah paman Muhammad yang bernama Hamzah bin Abdul Muthalib. Lalu yang menikahkan Muhammad dengan Khadijah adalah paman Khadijah yang bernama ‘Amru bin Asad, sedangkan yang memberikan khutbah nikah adalah Abu Thalib, paman Muhammad. Maharnya pun bukan Alkitab (Bibel), tapi 20 ekor unta. (lihat: As-Sirah An-Nabawiyah, Ibnu Hisyam, juz I, hlm. 201).

Kedua, Fakta-fakta ini sekaligus menampik tudingan Pendeta Nurdin bahwa pernikahan Muhammad dihiasi dengan khutbah ayat-ayat Alkitab (Bibel) yang disampaikan oleh Pastur Waraqah bin Naufal.

Ketiga, fakta bahwa yang menikahkan Muhammad dengan Khadijah adalah paman Khadijah yang bernama ‘Amru bin Asad, ini harus digarisbawahi oleh Guntur Romli. Karena dengan fakta ini, maka tudingannya terhadap Nabi Muhammad sebagai orang yang menyadur kisah-kisah Bibel sebagai balas jasa terhadap rahib Waraqah yang menikahkannya dengan Khadijah, terbantah secara otomatis.

Keempat, Tuduhan bahwa Muhammad menikahi Khadijah dengan tatacara Kristen karena pada waktu itu Islam belum ada karena Muhammad belum menjadi Nabi, ini adalah logika kelirumologi yang naif.

Untuk menganalisa ritual pernikahan yang dipakai oleh Muhammad dan Khadijah, kita tidak perlu repot-repot dan merekayasa tatacara pernikahan yang diterima oleh bangsa Arab pada waktu itu.

Bangsa Arab pada waktu itu masih mengikuti adat-istiadat yang diwarisi turun-temurun dari syariat Nabi Ibrahim yang hanif. Hal ini terbukti, mereka masih melaksanakan syariat khitan dan menghormati Ka’bah yang didirikan oleh Nabiyullah Ibrahim dan putranya, Ismail alaihissalam.

Secara historis, bangsa Arab adalah keturunan Ibrahim melalui Ismail yang menikahi penduduk Mekkah dari suku Jurhum yang berasal dari Yaman. Keturunan Ismail inilah yang beranak-pinak di Mekkah yang disebut sebagai Bani Ismail atau Adnaniyyun.

Sampai zaman Muhammad belum diangkat Allah sebagai Nabi, bangsa Arab meyakini bahwa pemeliharaan serta kepemimpinan dalam upacara keagamaan di depan Ka’bah itu adalah hak Bani Ismail. Salah satu pemimpin kabilah Quraisy dari keturunan Ismail adalah Qushaiy.

Dengan demikian, bisa dipastikan bahwa satu-satunya syariat yang diterapkan dalam pernikahan Muhammad dengan Khadijah adalah syariat hanif Nabi Ibrahim. Kelima, Anggapan Pendeta Nurdin bahwa Khadijah adalah seorang Kristen yang aktif di gereja, tentu tidak bisa dipertanggungjawabkan, karena dia tidak mencantumkan satu referensi pun dalam tulisannya.

Untuk mengetahui dengan pasti apa agama yang dianut Khadijah pada waktu itu, sebaiknya Nurdin membaca buku Khadijah: Drama Cinta Abadi Sang Nabi tulisan Dr Muhammad Abduh Yamani. Berdasarkan sumber-sumber yang terpercaya, buku ini menyimpulkan bahwa Khadijah bukan seorang Kristen, melainkan penganut agama Ibrahim alaihissalam (Al-Hanif) yang mendapat gelar “Ath-Thahirah” (perempuan suci).

Keenam, tudingan bahwa Rasulullah menyadur kisah-kisah Bibel sesuai dengan kepentingannya juga sangat rapuh. Hanya orang kafir saja yang pantas melakukan tudingan ini.

“Dan orang-orang kafir berkata: “Al-Qur’an ini tidak lain hanya¬lah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad dan dia dibantu oleh kaum yang lain, maka sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kezaliman dan dusta yang besar” (Qs Al-Furqan 4).

Tuduhan bahwa Nabi Muhammad menjiplak Bibel terbantah oleh kenyataan bahwa beliau adalah seorang nabi yang ummiy (buta aksara).

Allah menegaskan hal ini dalam surat Al-‘Ankabut 48-49 dan Al-A’raf 157-158. Meski ditakdirkan sebagai seorang yang ummiy yang tidak bisa menyadur kitab-kitab terdahulu, tapi seluruh ayat Al-Qur’an tidak dapat diragukan, justru semakin terjamin otentisitasnya karena segala yang disampaikan Nabi Muhammad adalah wahyu (inspirasi) langsung dari Allah (Qs. An-Najm 3-5). Salah satu buktinya adalah ayat Al-Qur’an:

“…Dan orang Nasrani berkata: “Al-Masih itu putra Allah.” Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu.” (Qs. At-Taubah 30).

Ayat ini menyatakan bahwa doktrin ketuhanan Yesus (Trinitas) adalah doktrin yang menjiplak keyakinan orang-orang kafir (pagan) sebelumnya. Ternyata, sejarah membuktikan bahwa Trinitas Kristiani yang meyakini Tuhan ada 3 oknum: Tuhan Bapa, Tuhan Ana dan Roh Kudus adalah doktrin yang sudah ada jauh sebelum Kristen lahir ke dunia.

Buktinya, di Mesir sudah Trinitas yang meyakini: Osiris, Horus dan Isis, masing-masing sebagai Tuhan Bapa, Anak dan Ibu. Horus diyakini sebagai juru selamat yang mati menebus dosa dengan darahnya, dikuburkan, kemudian jasadnya bangkit pada hari ketiga kemudian bangkit lagi.

Trinitas/Trimurti di India (Hindu), meyakini Tuhan terdiri dari tiga oknum (Trimurti), yaitu Brahma (Tuhan Bapa), Wisnu (Tuhan Pemelihara), dan Syiwa (Tuhan Pembinasa). Brahma mempunyai seorang anak yang tunggal yaitu Krisna yang dilahirkan di kandang sapi. Oknum ketiga dari Trimurti adalah Syiwa. Kepadanya sering dikorbankan beratus-ratus nyawa manusia. Tetapi, menurut pemeluk Hindu, nyawa-nyawa yang dikorbankan itu sesungguhnya adalah inkarnasi Syiwa sendiri.

Di Persia (Mitraisme), meyakini Mitra (dewa matahari) sebagai Juru selamat penebus dosa yang lahir dari seorang perawan pada hari Minggu tanggal 25 Desember. Hari Minggu mereka yakini sebagai hari suci, dalam perkembangannya, tradisi ini diabadikan sebagai hari suci untuk beribadah di gereja oleh umat Kristen. Sehingga hari Minggu disebut sebagai Sunday (hari Matahari).

Coba perhatikan, wahyu yang diterima Rasulullah menyatakan “yudhohi’una qaulalladziina kafaruu min qablu” (mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu.” Sungguh tepat apa yang disampaikan oleh Nabi dengan sejarah yang sudah ada jauh sebelum beliau lahir. Padahal Rasulullah tidak pernah membaca buku-buku sejarah maupun enskiklopedi agama, karena beliau adalah seorang yang ummiy. Tidakkah hal ini direnungkan oleh para misionaris JIL dan Kristen ?

19.Menjawab Gugatan ; Pernikahan Muhamad Dengan Zaynab





Inilah yang mengakibatkan turunnya Q 33:37. Muhammad belum melihat Zaynab telanjang sewaktu mengatakan Q 33:36 yang memaksa Zaynab nikah dengan Zaid. Tapi hati Muhammad langsung berubah melihat kemolekan tubuh Zaynab yang telanjang di kamarnya. Mertua jatuh cinta pada menantu saat melihat menantu telanjang. Gitu lhooo isi pesan utama Q 33:37.

buku buku Phobia Robert Spencer

Bagi para penghujat Rasulullah, pernikahan beliau dengan Zaynab yang penuh hikmah penuh dengan nafsu birahi yang amoral. Dimana ketika Muhammad datang ke rumah Zaynab, dia melihatnya sedang tidak siap menerima tamu, sehingga pakaiannya “ala kadarnya” saja. Ini lah yang membuat Muhammad tertegun dan takjub. Karena ternyata Zaynab begitu cantik. Itu lah yang dikatakan oleh John of Damascus, Maxim Rodinson, Robert Spencer dan pemilik situs-situs yang menghujat Rasulullah dan Ummul Mukminin Zaynab r.a.


Itu yang disebut oleh Haikal dalam Hayat Muhammad (29) sebagai bentuk syahwat “missionarisme terbuka” (al-tabsyir al-maksyuf), yang kadang juga dilakukan di balik topeng ilmiah (al-tabsyir bismi al-‘ilm). Semuanya adalah kebencian lama yang terpendam, sejak perang salib, Itu lah yang mereka tulis.

Padahal, pernikahan Nabi Muhammad dengan Zaynab memiliki banyak hikmah, khususnya hikmah pembentukan hukum baru. Dimana hukum itu –nantinya—mengugurkan kebiasaan Jahiliyyah, dimana menikahi istri mantan anak angkat “tidak dibenarkan”. Dan yang terpenting, pernikahan beliau dengan Zaynab adalah untuk menghapuskan budaya “adopsi anak” (al-tabanniy) (Lihat, Qs. Al-Ahzab: 40, 5, 37).

Riwayat tak Valid

Riwayat yang disebarkan oleh para orientalis dan penghujat Islam tentang perkawinan Rasulullah di atas adalah “salah” dan dikutip secara tendensius. Karena ternyata riwayat yang dikutip adalah “lemah” dan tidak benar. Biasanya yang dikutip oleh mereka adalah tafsir al-Thabari dan al-Thabaqat al-Kubra karya Ibnu Sa’ad. Karena mereka bedua dianggap mewakili sejarawan Muslim yang ada.


Dalam tafsirnya, Ibnu Jarir memang meriwayatkan tiga riwayat tentang kisah perkawinan tersebut. Ternyata ketiganya “lemah”.

Riwayat pertama

berakhir pada Qatadah, seorang tabi’in. Dan Qatadah tidak menjelaskan bahwa dia memperolehnya dari seorang sahabat. Jadi riwayatnya terputus (munqathi’). Itu pertama. Kedua, di dalam sanadnya terdapat Sa’id ibn Abi ‘Arubah, orang yang banyak melakukan tadlis (menyembunyikan aib periwayatan).

Riwayat kedua,

a] di dalamnya terdapat Abdullah ibn Wahb al-Mishri, seorang mudallis. Menurut al-Nasa’i, dia sangat mudah dalam mengambil riwayat; di dalamnya terdapat Abdurrahman ibn Zaid ibn Aslam al-‘Adawi, dinilai lemah (dha’if) oleh imam Ahmad ibn Hanbal, al-Bukhari dan Ali al-Madini; [b] riwayatnya terputus, karena tidak sampai kepada sahabat.

Riwayat ketiga,

di dalamnya terdapat Ali ibn Zayd ibn Jad’an yang dinilai lemah. Dan riwayat yang paling baik adalah yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari al-Suddi, “Dan engaku [Muhammad] menyembunyikan di dalam dirimu, yang mana Allah membukanya” (Qs. Al-Ahzab: 37). Ini lah riwayat yang dianggap “baik” dan sesuai dengan akal sehat (rasional).

Sedangkan riwayat Ibnu Sa’ad dalam Thabaqat-nya dikritik lewat tiga titik.

Pertama, riwayatnya mursal, karena Muhammad ibn Yahya ibn Hibban seorang tabi’in Madinah, wafat tahun 121 H. Jadi jelas tak meriwayatkan dari sahabat.

Kedua, Muhammad ibn Umar al-Waqidi yang diambil riwayatnya oleh Ibnu Sa’ad tidak diperhitungkan oleh ulama hadits. Karena menurut al-Saji, dia dituduh tidak baik (muttaham). Menurut al-Bukhari, al-Waqidi haditsnya ditinggalkan (matruk al-hadits), tidak diambil oleh Ahmad. Menurut Ibnu al-Mubarak dan Numayr, al-Waqidi “didustakan” oleh Ahmad. Dan menurut Yahya ibn Ma’in, dia adalah: lemah (dha’if); tidak ada apa-apanya dalam hadits (laysa bi sya’in); dan suka membolak-balik hadits.

Ketiga, Abdullah ibn Amir al-Aslami yang riwayatnya diambil oleh Muhammad ibn Umar adalah “lemah” (dha’if al-hadits). Ahmad, Abu Zur’ah, Abu ‘Ashim, dan al-Nasa’i melemahkannya. Menurut Abu Hatim dia matruk (ditinggalkan riwayat haditsnya); Ibnu Ma’in dia lemah dan tidak ada apa-apanya dalam hadits (dha’if, laysa bi sya’in); dan menurut al-Bukhari dia dibicarakan –negatif—oleh para ahli hadits. Periwayat haditsnya tak kukuh dan tak valid (dzahib al-hadits). Dan menurut Ibnu Hibban, dia suka membolak-balik isnad (rantai periwayatan) dan redaksi hadits (al-mutun) serta merafa’kan (menyambungnya sampai Rasl) riwayat-riwayat yang mursal. Jadi, riwayat-riwayat itu tidak benar secara sanad maupun matan. (Zahir Awadh al-Alma’i, Ma’a al-Mufassirin wa al-Mustasyriqin fi Zawaj al-Nabiyy s.a.w bi Zaynab binti Jahsy: Dirasah Tahliliyyah, 1983: 14-19).

Hikmah Ilahiyah

Menarik kesimpulan yang disampaikan oleh Nabil Luqa Bibawi, seorang penulis Kristen Koptik (Qibti) Mesir. Bibawi menulis bahwa pernikahan Rasulullah dengan Zaynab memiliki beberapa catatan.

(Pertama), para orientalis biasanya menyatakan bahwa pernikahan Rasulullah dengan Zaynab berdasarkan nafsu seks (syahwat). Padahal motif itu sama sekali tak ada. Padahal kalau berdasarkan “syahwat”, tak ada yang menghalanginya. Toh, Zaynab adalah anak bibinya, halal untuk dinikahi. Namun yang terjadi sebaliknya, karena beliau meminangkan untuk Zaid ibn Haritsah.

(Kedua), nyatanya pernikahan Zaid dengan Zaynab gagal. Karena dia selalu berbangga sebagai keluarga “bangsawan”. Sehingga Zaid selalu berusaha untuk menceraikannya. Dan setiap kali datang, Rasulullah menganjurkan agar dia menahannya. Agar tetap hidup bersama Zaynab.

(Ketiga), budaya Jahiliyah adalah menjadikan anak angkat laiknya anak kandung, dimana mereka saling mewarisi. Ini adalah kebiasaan tercela. Ini tentu tidak adil, karena menyamakan haknya dengan hak anak kandung. Inilah yang digugurkan syariat ilahi dalam Al-Qur’an (Qs. Al-Ahzab: 37-41). Rasulullah sendiri menyuruh Zaid untuk mempertahankan Zaynab, ketika dia datang mengadu kepada Rasulullah akan menceraikannya. Ketika Zaid tak sanggup mempertahankan perkawinannya, akhirnya Zaynab diceraikan. Setelah itu turun wahyu yang menikahkan Rasulullah dengan Zaynab. Sehingga bagi umat Islam tidak menjadi halangan untuk menikahi mantan istri anak angkatnya.

(Keempat), hukum yang berbenturan dengan ajaran Islam bukan saja masalah mengawini mantan istri anak angkat. Banyak lagi yang bertentangan dengan hukum Islam, seperti kebiasaan mengubur anak perempuan hidup-hidup; minum khamar; makan daging babi; penyembahan berhala yang diubah menjadi tawhid; dlsb.

(Kelima), perkawinan Rasulullah dengan Zaynab melahirkan kondisi baru. Penyamaan status dan hak antara anak angkat dan anak kandung menjadi gugur. (Nabil Luqa Bibawi, Zawjat al-Rasul s.a.w. bayna al-Hahiqah wa al-Iftira’, 2003: 125-127. Lihat juga, Abdurrahman Badawi, op.cit.,: 82).


Sebenarnya, jika para orientalis mau jujur dan adil dalam melihat perkawinan Rasulullah dengan Zaynab, tak ada yang bermasalah. Toh, mereka juga mengutip dari sumber-sumber Islam.

Di sana sebenarnya dapat dipilih, mana intan (permata) dan mana “loyang”. Mayoritas mereka kan malah memilih loyang ketimbang intan. Jadi memang pragmatis dan tendensius. Pilihan ini lah yang terus digulirkan dan disebarkan. Seolah-olah itu emas dan fakta, padahal itu adalah “loyang” dan kebohongan yang tak berharga sama sekali. Wallahu a’lamu bi al-shawab. [QOSIM]

18. Menjawab Gugatan ; Muhamad Tukang Kawin




A. Debat Poligami Nabi Muhamad
B. Menjawab ; Muhamad Istrinya Seabrek apakah Tidak menyalahi Perintah AlQuran  
C. Poligami Dalam Alkitab


A. “Debat Poligami Nabi Muhamad”


memperhatikan perilaku netter Kristen yang suka meributkan persoalan di atas.

1. sering meributkan soal istri yang banyak pada Muhammad saw tetapi membutakan mata terhadap Salomo yang beristri ‘biangnya seabrek’

2. meributkan soal pernikahan dengan Aisyah (yang soal umur tersebut masih ‘diperdebatkan’) tetapi membutakan mata terhadap berapa usia Maria (yang sekitar 12 tahun ) yang dinikahi Yusuf (sekitar 90 tahun)

3. meributkan soal maria budak Hafsah tetapi mereka membutakan terhadap AbrahAm yang punya 2 gundik (versi alkitab) dan yakub yang menggauli Budaknya, yang akhirnya melahirkan beberapa ’suku utama’ diantara orang Israel.

Fakta ; jadi jelas orang yang meributkan demikian hanya orang-orang yang suka menerapkan standar ganda

untuk lebih jelas mengenai persoalan diatas point 1 dan 3 tercatat didalam alkitab

sedangkan point no 2 link ini bisa bermanfaat untuk linknya bisa dibaca disini ;

http://www.newadvent.org/cathen/08504a.htm

atau baca disini ;

http://datakristen.blogspot.com/2007/09/apakah-yusuf-suami-maria-pedofilia.html

topik tersebut coba dijawab oleh david, netter FFI

http://www.indonesia.faithfreedom.org/forum/viewtopic.php?t=28799&sid=9146c42c2106b7a5468891590e43f154


Kebanyakan umat kristen memahami masalah tersebut, dalam hal “muhammad karan sebagai pelaku poligami kenapa  mereka "MEMBUTAKAN DIRI" jika pada kenyataannya banyak kisah pelaku Poligami dalam alkitab yang dimana alkitab sendiri tidak menyatakan dengan jelas tentang aturan boleh tidaknya berpoligami.

jadi asumsi pembelaan muslim yang dianggap Maling kemudian membela diri ‘dia maling juga’ adalah salah besar, yang tepat kalau mereka menganggap “muslim maling” maka apakah ia juga berani menyatakan kalau manusia-manusia Pilihan Tuhan itu juga “maling”?

Jika Penghujat Ialam berargumen ; tapi mereka kan bukan orang beragam kristen ?

Muslim menjawab :

apakah Abraham, Salomo, Yusuf suami Maria adalah orang-orang bejat menurut dan bukan termasuk manusia-manusia pilihan Tuhan dalam alkitab kalian ???

Penghujat Islam :

Waktu muhammad ngomong kristen & yahudi itu = babi & monyet itu menghina ga ya ???

Moslem menjawab :

waktu Yesus mengatai orang Farisi dan Saduki sebagai keturunan ular beludak ,itu menghina nggak ?

kalau ALkitab tertulis Yahudi tidak lebih baik dari Lembu itu menghina ttidak yach? sekali lagi apa yang mempersoalkan masalah tersebut tidak sedang menggunakan standa ganda?

maksud ente muhammad memakai kekerasan utk membela diri khan, Tapi bahkan setelah muhammad mempunyai kedudukan yg kuat & mempunyai banyak pengikut, kekerasan muhammad makin menjadi2. karna Muhammad & tentaranya memerangi negara2 kapir tetangganya yg ga mau masuk islam. Banjir darah lagi, ck ck ???

sewaktu Musa mempunyai kedudukan kuat dan banyak pengikut ia menggunakan kekerasan atau tidak?

memerangi negara-negara tetangga atau tidak?


maka ia sedang menggunakan standar obyektif atau standar ganda, dengan membutakan diri terhadap ‘perilaku Musa’ dan yang tercatat didalam alkitab?

kalau mau menuduh dan mempertanyakan ‘mikir’ dahulu standar yang anda gunakan tersebut standar Obyektif atau standar kaca-mata Kuda!

= standar yang anda gunakan standar tinggi atau standar ‘rendahan’?


B. Menjawab ; Muhamad Istrinya Seabrek apakah Tidak menyalahi Perintah AlQuran


Bismillahirrohmanirrohim....

Saya sering sekali mendengar tuduhan dari kaum kafir dan orientalis bahwa Nabi Muhammad adalah tokoh pertama yang menyalahi hukum qur'an dalam hal nikah, dimana qur'an membolehkan bagi seorang lelaki muslim nikah dengan empat orang perempuan, sedangkan Nabi Muhammad adalah pengagum nafsu sex dan pecinta wanita, beliau menyalahi hukum dengan menikahi 12 orang perempuan. Yang lebih aneh lagi, qur'an menyifati beliau dengan sebaik-baik suri tauladan.

Klarifikasi :

"Nikahilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi masing-masing dua, tiga, atau empat—kemudian jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, kawinilah seorang saja—atau kawinilah budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat pada tindakan tidak berbuat aniaya. (QS an-Nisa’ [4]: 3)"

Mengapa Rasulullah Saw. tidak membatasi empat orang isteri saja, padahal Alqur'an membatasi jumlah isteri ketika beliau sedang beristeri 9 orang, dan mengapa tidak ditalak selebihnya?

Jawabannya; di ayat lain, Allah telah mengharamkan isteri-isteri beliau nikah dengan umatnya, karena status mereka adalah ummahat (ibu-ibu kaum muslimin) (QS: Al-Ahzab: 6 dan 53).

"Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah)"

(QS.Al-Ahzab:6)

"Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka, maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti Rasulullah dan tidak mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar di sisi Allah.

Jika seandainya ditalak, maka akan dikemanakan mereka. Bukankah hal yang sama, kita tidak tega melakukannya untuk anak perempuan kandung, saudara, dan ibu kita. Sebab lainnya; jika Rasulullah menalak isterinya, maka akan membuat isteri-isterinya bersedih, mendatangkan kebencian keluarga dan kabilah mereka"

(QS.Al-Ahzab:53)

Ada orang yang bilang; kalau begitu apa bedanya dengan isteri-isteri kaum muslim yang tertalak, bukankah mereka juga akan bersedih, keluarga dan kabilahnya akan tersinggung.

Jawabannya; Benar, namun Rasulullah beda dengan lelaki/suami muslim lainnya.

Tanya kenapa? Karena kebencian dan kekalutan batin dari pihak isteri, keluarga, dan kabilahnya, hanya dia sendiri yang merasai akibatnya.

Adapun Rasulullah, benci dan kekalutan yang ditujukan kepada beliau, sama halnya ditujukan kepada Allah. lebih-lebih, bila sudah menyangkut dakwah. Bisa-bisa misi Islam tidak berhasil.

Terus, mengapa Rasulullah poligami? Karena, hal itu adalah perintah Allah berdasarkan sebab-sebab tertentu.

Pertanyaan balik; nafsu sex itu meningkat bila seseorang bertambah usianya, atau malah berkurang?

Karena Jika Rasulullah pengagum sex, mengapa beliau tidak melakukan poligami saat usia muda?

Sejarah telah mengabarkan kepada kita, bahwa beliau monogami bersama Siti Khadijah selama dua puluh lima tahun. Saat-saat dimana jiwa muda bergelora. Juga, Siti Khadijah lebih tua dari beliau lima belas tahun. Beliau tidak nikah, kecuali setelah Siti Khadijah wafat.

Sepanjang hayatnya, Nabi lebih lama bermonogami daripada berpoligami. Bayangkan, monogami dilakukan Nabi di tengah masyarakat yang menganggap poligami adalah lumrah. Rumah tangga Nabi SAW bersama istri tunggalnya, Khadijah binti Khuwalid RA, berlangsung selama 25 tahun. Baru kemudian, dua tahun sepeninggal Khadijah, Rasulullah berpoligami Ketika Rasulullah berusia sekitar 52 atau 53 tahun.

Itu pun dijalani hanya sekitar 10 tahun dari sisa hidup beliau. Namun hal ini seringkali diacuhkan oleh para penghujat islam. Ditambah dengan aktifitas dakwah yang padat, salat tahajud sampai kaki beliau bengkak, ikut bertempur memerangi orang-orang kafir, menerima tamu-tamu yang berkunjung, mengadakan perjanjian-perjanjian damai demi keamanan dengan Yahudi, orang-orang munafik, dan kabilah-kabilah tetangga, dll.

Yang jika ditela'ah, satu orang anak manusiapun tidak mampu melakukan berbagai aktifitas yang padat tadi. Mungkinkah, Rasulullah masih punya waktu banyak dan tenaga yang cukup untuk bersenang-senang dengan isteri-isterinya?

Belum lagi kehidupan beliau yang penuh dengan kezuhudan dan kesederhanaan. Sampai-sampai, saat beliau sangat lapar, dua butir batu beliau gunakan untuk menonggak perutnya, agar rasa lapar tidak terasa. Makan hanya dengan tiga butir kurma dan dapurnya hampir tidak pernah berasap. Juga, keseringan puasanya. Padahal umatnya dilarang puasa wisal (bersambung) sedangkan beliau sendiri puasa wisal sampai tiga hari berturut-turut.

Pertanyaannya : masihkan tersisakah nafsu sahwat Beliau ?

Kalau Rasulullah pengagum sex, mengapa beliau memilih isteri-isteri yang sudah lanjut usia, lemah, hanya Aisyah yang beliau nikahi ketika masih gadis?

Mengapa pula Rasulullah memilih janda-janda? Sejarah membuktikan, bahwa semua isteri Rasulullah adalah wanita-wanita lanjut usia, lemah, dan janda. Kecuali Siti Aisyah. Bahkan sebagian mereka telah sangat lanjut usia. Seperti Siti Khadijah, Siti Saudah, dan Siti Zainab binti Khuzaimah. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa pengagum sex paling suka bila isterinya bersolek dan berpakaian yang paling indah. Apa yang kita saksikan dengan isteri-isteri Rasulullah. Mereka ketika meminta beliau agar nafkah ditambah, langsung Allah memerintahkan mereka untuk memilih salah satu dari dua hal; ditalak atau hidup bersama Rasulullah dengan kezuhudan dan kesederhanaan. (Q.S: al-Ahzab: 28-29).

Saat itu pilihan mereka adalah Allah, Rasulullah, dan kenikmatan surga. Lalu Allah dan Rasulullah-pun meridhai mereka.

Kedudukan orang nabi di tengah umatnya tidak sama. Kedudukannya jauh lebih tinggi, bahkan dari derajat para malaikat sekalipun. Bukankah sampai pada titik tertentu dari langit yang tujuh itu, malaikat Jibril pun harus berhenti dan tidak bisa meneruskan perjalanan mi’raj? Sementara nabi Muhammad SAW sendiri saja yang boleh meneruskan perjalanan. Ini menunjukkan bahwa derakat beliau SAW lebih tinggi dari malaikat Jibril `alaihissalam.

Demikian juga dengan masalah dosa. Kalau manusia umumnya bisa berdosa dan mendapat pahala, para nabi justru sudah dijamin suci dari semua dosa . Artinya, seandainya mau, para nabi itu mengerjakan hal-hal yang diharamkan, sudah pastiAllah tidak akan menjatuhkan vonis dosa kepada mereka. Sebab tugas mereka hanya menyampaikan syariah saja, baik dengan lisan maupun dengan peragaan. Namun karena para nabi itu dijadikan qudwah hidup, maka mereka pun beriltizam pada syariat yang mereka sampaikan.

Pengecualian Syariat Buat Pribadi Rasulullah SAW

Dalam implementasinya, memang secara jujur harus diakui adanya sedikit detail syariah yang berbeda antara Rasulullah SAW dengan umatnya. Namun pengecualian ini sama sekali tidak merusak misi utamanya sebagai pembawa risalah dan juga qudwah. Sebab di balik hal itu, pasti ada hikmah ilahiyah yang tersembunyi.

Misalnya, bila umat Islam tidak diwajibkan melakukan shalat malam, maka Rasulllah SAW justru diwajibkan untuk melakukannya.


Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah dari Al-Qur’an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah dari Al-Qur’an dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Bila umat Islam diharamkan berpuasa dengan cara wishal , maka Rasulullah SAW justru diperbolehkan bahkan diperintahkan.

Dari Ibnu Umar ra berkata bahwa Rasulullah SAW berpuasa wishal di bulan Ramadhan. Lalu orang-orang ikut melakukannya. Namun beliau SAW melarangnya. Orang-orang bertanya, Mengapa Anda melakukannya? Beliau menjawab, aku tidak seperti kalian. Sebab aku diberi makan dan diberi minum.

Bila isteri-isteri umat Islam tidak diwajibkan bertabir dengan laki-laki ajnabi, khusus buat para isteri Rasulllah SAW telah ditetapkan kewajiban bertabir. Sehingga wajah mereka tidak boleh dilihat oleh laki-laki, sebagaimana mereka pun tidak boleh melihat wajah laki-laki lain. Hal itu berlaku buat para isteri nabi SAW.

Kejadian itu bisa kita lihat tatkala Abdullah bin Ummi Maktuh yang buta masuk ke rumah nabi SAW, sedang saat itu beliau sedang bersama dua isterinya. Rasulullah SAW lalu memerintahkan mereka berhijab , meski Abdullah bin Ummi Maktum orang yang buta matanya. Namun Rasulullah SAW menjelaskan bahwa kedua isterinya bukan orang yang buta.

Karena itulah Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran:


Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka , maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti Rasulullah dan tidak mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar di sisi Allah.

Bila wanita yang telah ditinggal mati oleh suaminya selesai dari ‘iddah mereka boleh dinikahi oleh orang lain, maka para janda Rasulullah SAW justru haram dinikahi selamanya oleh siapapun. Bahkan kepada mereka disandangkan gelar ummahatul mukminin yang artinya adalah ibu orang-orang mukmin. Haramnya menikahi janda Rasulullah SAW sama dengan haramnya menikahi ibu sendiri.

Dan masih ada beberapa lagi kekhususan Rasulullah SAW. Salah satunya adalah kebolehan beliau untuk tidak menceraikan isteri yang jumlahnya sudah lebih dari 4 orang. Sedangkan umat Islam lainnya, disuruh untuk menceraikan isteri bila melebihi 4 orang.

Sebagaimana kita ketahui di masa lalu dan bukan hanya terjadi pada bangsa Arab saja, para laki-laki memiliki banyak isteri, hingga ada yang mencapai ratusan orang. Barangkali hal itu terasa aneh untuk masa sekarang. Tapi percayalah bahwa gaya hidup manusia di masa lalu memang demikian. Dan bukan hanya tradisi bangsa Arab saja, melainkan semua bangsa. Sejarah Eropa, Cina, India, Afrika, Arab dan nyaris semuanya, memang terbiasa memiliki isteri banyak hingga puluhan. Bahkan para raja di Jawa pun punya belasan selir.

Lalu datanglah syariat Islam yang dengan bijaksana memberikan batasan hingga maksimal 4 orang saja. Kalau terlanjur sudah punya isteri lebih dari empat, harus diceraikan suka atau tidak suka. Kalau kita melihat dari sudut pandang para isteri, justru kita seharusnya merasa kasihan, karena harus diceraikan.

Karena itulah khusus bagi Rasulullah SAW, Allah SWT tidak memerintahkannya untuk menceraikan para isterinya. Tidak ada pembatasan maksimal hanya 4 orang saja. Justru pengecualian itu merupakan bentuk kasih sayang Nabi SAW kepada mereka, bukan sebaliknya seperti yang dituduhkan oleh para orintelis dan kafir yang hatinya hitam itu. Mereka selama ini menuduh Rasulullah SAW sebagai orang yang haus perempuan, naudzu bilahi min zalik.

Berikut adalah nama-nama istri Rasulullah dan alasan-alasan beliau memperistrinya :

1. Khadijah binti Khuwailid RA,

Ia dinikahi oleh Rasulullah SAW di Mekkah ketika usia beliau 25 tahun dan Khadijah 40 tahun. Dari pernikahnnya dengan Khadijah Rasulullah SAW memiliki sejumlah anak laki-laki dan perempuan. Akan tetapi semua anak laki-laki beliau meninggal. Sedangkan yang anak-anak perempuan beliau adalah: Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Rasulullah SAW tidak menikah dengan wanita lain selama Khadijah masih hidup.

dan apakah Nabi Muhamad menikhi Khadijah secara kristen, untuk lebih jelasnya baca dalam catatan saya ini ;
http://www.facebook.com/note.php?note_id=104807362983739

2. Saudah binti Zam’ah RA

Dinikahi oleh Rasulullah SAW pada bulan Syawwal tahun kesepuluh dari kenabian beberapa hari setelah wafatnya Khodijah. Ia adalah seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya yang bernama As-Sakron bin Amr. Beliau SAW nikah dengan Siti Saudah binti Zam'ah yang janda ditinggal mati suami. Sedangkan kerabatnya adalah orang-orang musyrik. Usia Siti Saudah kala itu enam puluh enam tahun. Lebih tua dengan beliau lima belas tahun. Demi tidak membiarkan Siti saudah dalam kesendirian, sebatang kara. Karena kalau dia kembali ke kerabatnya yang musyrik, maka Islamnya akan terancam. Sebelumnya Siti Aisyah bermimpi, bahwa Siti Saudah menjadi isteri Rasulullah. (Sahihul Jami': 915).

3. Aisyah binti Abu Bakar RA

Aisyah adalah seorang gadis dan Rasulullah SAW tidak pernah menikahi seorang gadis selain Aisyah. Dengan menikahi Aisyah, maka hubungan beliau dengan Abu Bakar menjadi sangat kuat dan mereka memiliki ikatan emosional yang khusus. Posisi Abu Bakar sendiri sangat pending dalam dakwah Rasulullah SAW baik selama beliau masih hidup dan setelah wafat. Abu Bakar adalah khalifah Rasulullah yang pertama yang di bawahnya semua bentuk perpecahan menjadi sirna.

Selain itu Aisyah ra adalah sosok wanita yang cerdas dan memiliki ilmu yang sangat tinggi dimana begitu banyak ajaran Islam terutama masalah rumah tangga dan urusan wanita yang sumbernya berasal dari sosok ibunda muslimin ini.

Tentang berapa usia aisyah ketika menikah, silahkan buka dalam cataan daya yang ini ;

Menjawab Umur Aisyah Ketika Menikah;
http://www.facebook.com/note.php?note_id=104816969649445

4. Hafsah binti Umar bin Al-Khatab RA,

beliau ditinggal mati oleh suaminya Khunais bin Hudzafah As-Sahmi, kemudian dinikahi oleh Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah. Beliau menikahinya untuk menghormati bapaknya Umar bin Al-Khatab.

Dengan menikahi hafshah putri Umar, maka hubungan emosional antara Rasulullah SAW dengan Umar menjadi sedemikian akrab, kuat dan tak tergoyahkan.

Tidak heran karena Umar memiliki pernanan sangant penting dalam dakwah baik ketika fajar Islam baru mulai merekah maupun saat perluasan Islam ke tiga peradaban besar dunia. Di tangan Umar, Islam berhasil membuktikan hampir semua kabar gembira di masa Rasulullah SAW bahwa Islam akan mengalahkan semua agama di dunia.

Catatan : Rasulullah menikah dengan Siti Aisyah dan Siti Hafsah sebagai penghargaan kepada keduanya, juga kepada kedua orang tua keduanya. Sebab kedua bapak mereka adalah menteri beliau (Abu Bakar As-shiddieq dan Umar bin Khaththab). Hal ini demi tidak menghalangi keduanya untuk menziarahi Rasulullah kapan saja.

5. Zainab binti Khuzaimah RA,

Dari Bani Hilal bin Amir bin Shofiyah. Sebelumnya ia bersuamikan Abdulloh bin Jahsy akan tetapi suaminya syahid di Uhud, kemudian Rasulullah SAW menikahinya pada tahun keempat Hijriyyah. Ia meninggal dua atau tiga bulan setelah pernikahannya dengan Rasulullah SAW . Siti Zainab binti Khuzaimah paling tua dibanding Rasulullah. Suaminya gugur pada perang Uhud. Tiada seorangpun yang mencoba menikahinya. Rasulullah kemudian menikahinya. Zainab binti Khuzaimah terkenal kala itu, dengan panggilan Umu Masakin (ibu para fakir miskin). Karena dia sering berinfak.

6. Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah RA,

Sebelumnya menikah dengan Abu salamah, akan tetapi suaminya tersebut meninggal di bulan Jumada Akhir tahun 4 Hijriyah dengan menngalkan dua anak laki-laki dan dua anak perempuan. Ia dinikahi oleh Rasulullah SAW pada bulan Syawwal di tahun yang sama.

Alasan beliau menikahinya adalah untuk menghormati Ummu Salamah dan memelihara anak-anak yatim tersebut. Ummu Salamah adalah salah peserta hijrah ke Habasyah dan Madinah. Suaminya yang baik hati, Abu Salamah meninggal dunia, sedangkan dia mempunyai anak-anak yang butuh asuhan. Maka Rasulullah menikahinya demi memuliakan dia, karena dia penyabar, juga karena dia termasuk golongan orang-orang yang menganut Islam dimasa awal-awal.

Dan yang jelas, demi memuliakan mantan suaminya yang begitu baik. Dengan cara mengasuh anak-anaknya. Rasulullah SAW sebenarnya telah berdoa kepada Allah agar Umi Salamah mendapatkan suami yang terbaik. Di malam pertama, Rasulullah menanyai anak-anaknya.

Karena beliau tidak melihat mereka nampak bersama ibunya. Umi Salamah menjawab; mereka di rumah paman mereka. Rasulullah tidak menerima hal itu, lalu memerintahkan kepadanya agar mereka balik. Setelah itu Rasulullah bersabda; "barang siapa yang memisahkan antara orang tua dan anaknya, maka Allah akan memisahkannya dengan orang yang dia cintai di hari kiamat". (Sunan Turmudzi dan Sahihul Jami': 6412).

Rasulullah sangat menyayangi anak-anak Umu Salamah. Menimang mereka, bermain bersama, makan bersama.

7. Zainab binti Jahsyi bin Royab RA,

dari Bani Asad bin Khuzaimah dan merupakan puteri bibi Rasulullah SAW. Sebelumnya ia menikahi dengan Zaid bin Harits kemudian diceraikan oleh suaminya tersebut. Ia dinikahi oleh Rasulullah SAW di bulan Dzul Qo’dah tahun kelima dari Hijrah.

Pernikahan tersebut adalah atas perintah Allah SWT untuk menghapus kebiasaan Jahiliyah dalam hal pengangkatan anak dan juga menghapus segala konskuensi pengangkatan anak tersebut. Untuk lebih jelasnya silahkan buka dalam catatan saya yang ini ;

http://www.facebook.com/note.php?note_id=104806326317176

8. Juwairiyah binti Al-Harits RA,

pemimpin Bani Mustholiq dari Khuza’ah. Ia merupakan tawanan perang yang sahamnya dimiliki oleh Tsabit bin Qais bin Syimas, kemudian ditebus oleh Rasulullah SAW dan dinikahi oleh beliau pada bulan Sya’ban tahun ke 6 Hijrah.

Alasan beliau menikahinya adalah untuk menghormatinya dan meraih simpati dari kabilhnya (karena ia adalah anak pemimpin kabilah tersebut) dan membebaskan tawanan perang.

9. Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan RA,

sebelumnya ia dinikahi oleh Ubaidillah bin Jahsy dan hijrah bersamanya ke Habsyah. Suaminya tersebut murtad dan menjadi nashroni dan meninggal di sana. Ummu Habibbah tetap istiqomah terhadap agamanya. Ketika Rasulullah SAW mengirim Amr bin Umayyah Adh-Dhomari untuk menyampaikan surat kepada raja Najasy pada bulan Muharrom tahun 7 Hijrah. Nabi mengkhitbah Ummu Habibah melalu raja tersebut dan dinikahkan serta dipulangkan kembali ke Madinah bersama Surahbil bin Hasanah.

Sehingga alasan yang paling kuat adalah untuk menghibur beliau dan memberikan sosok pengganti yang lebih baik baginya. Serta penghargaan kepada mereka yang hijrah ke Habasyah karena mereka sebelumnya telah mengalami siksaan dan tekanan yang berat di Mekkah. Adapun Ummu Habibah (Ramlah binti Abi Sufyan) mendapatkan terror dari bapak dan saudaranya. Lalu dia hijrah bersama suaminya ke Habsyah. Tiba di sana, suaminya masuk agama Kristen. Jadilah dia dalam kesendirian. Rasulullah kemudian mengirim utusan kepada Raja Habsyah, Najasyi, agar meminangnya untuk Rasulullah, demi memuliakan Ummu Habibah. Jika dia kembali kepada kerabatnya, maka dipastikan, dia akan sengsara lagi.

10. Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab RA,

dari Bani Israel, ia merupakan tawan perang Khaibar lalu Rasulullah SAW memilihnya dan dimeredekakan serta dinikahinya setelah menaklukan Khaibar tahun 7 Hijriyyah.

Siti Shafiyah binti Huyayyi tertawan pada perang Khaibar. Dalam perang itu suami, bapak, saudara, dan pamannya terbunuh. Rasulullah membebaskannya, demi kasih sayang, hormat, dan agar ada yang menaunginya. Siti Shafiyah sebelumnya bermimpi, bulan purnama jatuh di pangkuannya. Tatkala dia menceritakan mimpinya kepada keluarganya. Pamannya langsung menamparnya dan berkata; kau mau menikah dengan Nabinya bangsa Arab itu.

Pernikahan tersebut bertujuan untuk menjaga kedudukan beliau sebagai anak dari pemuka kabilah.

11. Maimunah binti Al- Harits RA ,

saudarinya Ummu Al-Fadhl Lubabah binti Al-Harits. Ia adalah seorang janda yang sudah berusia lanjut, dinikahi di bulan Dzul Qa?dah tahun 7 Hijrah pada saat melaksanakan Umroh Qadho.

Dari kesemua wanita yang dinikahi Rasulullah SAW, tak satupun dari mereka yang melahirkan anak hasil perkawinan mereka dengan Rasulullah SAW, kecuali Khadijatul Kubra seperti yang disebutkan di atas. Namun Rasulullah SAW pernah memiliki anak laki-laki selain dari Khadijah yaitu dari seorang budak wanita yang bernama Mariah Al-Qibthiyah yang merupakan hadiah dari Muqauqis pembesar Mesir. Anak itu bernama Ibrahim namun meninggal saat masih kecil.

Demikianlah sekelumit data singkat para istri Rasulullah SAW yang mulia, dimana secara khusus Rasulullah SAW diizinkan mengawini mereka dan julah mereka lebih dari 4 orang, batas maksimal poligami dalam Islam.

Dari kesemuanya itu, umumnya Rasulullah SAW menikahi mereka karena pertimbangan kemanusiaan dan kelancaran urusan dakwah.

12. Maria Al-Qibthiyah

Maria Al-Qibthiyah adalah budak hadiah dari Pengusa Mesir, Raja Muqauqis yang beragama kristen. Tidak benar kalau Rasulullah SAW berzina dengan budak tersebut. Dan tidak juga benar Maria adalah budak istri Rasulullah Hafsah, Putri Umar Al Khattab. Maria adalah budak Rasulullah SAW sendiri sekaligus istri beliau dari golongan hamba sahaya dalam bahasa kita adalah selir, bukan budak Hafsah istri Rasulullah Putri Umar Al Khattab Al Faruq. Sementara Maria sendiri adalah istri beliau (Rasulullah SAW) yang dari buah perkawinannya lahirlah Ibrahim yang meninggal pada umur 2 tahun.

Dengan lahirnya Ibrahim maka status Maria bukanlah selir lagi melainkan sama kedudukannya dengan istri-istri nabi yang lain

Secara garis besar, alasan Rasulullah berpoligami adalah

1. Demi menanamkan benih kasih sayang dengan kerabat dan kabilah isteri-isterinya.

2. Agar mereka masuk Islam.

3. Agar kepribadian Rasulullah dirumah diketahui oleh banyak orang. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa banyak orang yang nampak di luar rumah sebagai seorang yang alim dan bertaqwa, tetapi ketika di dalam rumahnya, sifat-sifat tadi tidak bisa dipertahankan.

Maka, demi mengekspos seluruh kepribadian Rasulullah di dalam rumah, dibutuhkan lebih dari seorang isteri. Karena satu saja tidak cukup. Dan kalau hanya seorang isteri, maka akan kemungkinan besar, si isteri akan dituduh menutup-nutupi kejelekan suami, karena saking cintanya kepada suami, saking sibuknya isteri mengurusi rumah tangga, atau karena lupa.

Jika informasi tentang kepribadian Rasulullah bersumber dari banyak isteri, maka dipastikan informasi itu sangat benar dan sangat akurat. Secara naluri, isteri satu-satunya pasti cinta kepada suaminya. Dan cenderung untuk menutupi kejelekan suaminya.

Adapun jika isteri banyak, maka cenderung mereka akan benci dan menyebarkan aib-aibnya, walaupun suami mereka sudah meninggal dunia. Belum lagi, jika ternyata yang membunuh pemimpin dan pembesar kaum, serta keluarganya adalah suami mereka. Seperti terbunuhnya keluarga Siti Shafiyah dan Siti Juwairiyah (sebelum keduanya masuk Islam).

Lain halnya dengan Rasulullah. Isteri-isterinya ketika selama bergaul dengan beliau, bernaung dalam bimbingan beliau, kepribadian luhur beliau tetap konsisten saat sunyi maupun ramai. Hal ini yang menjadikan, isteri-isterinya bisa dipercaya oleh kaum muslimin atas informasi tentang tingkah laku beliau di rumah.

Sedikit saja ada sikap Rasulullah yang menyimpang dari kepatutan, pasti akan tersebar luas.

4. Rumah-rumah isterinya menjadi pusat penyebaran risalah Islam. Lebih lagi, bila ajaran yang menyangkut masalah khusus perempuan.

5. Istri-istri Rasulullah adalah duta-duta Islam kepada kaum dan kabilah dimana mereka lahir dan besar. Dengan adanya pendidikan dan taujih yang berasal dari guru mereka sekaligus suami mereka, menjadikan mereka lebih mengenal karakter Islam yang kaffah yang bersumber dari Rasulullah SAW langsung dan wahyu yang diberikan kepada Beliau. Dengan adanya istri-istri Rasulullah sebagai duta-duta Islam menjadikan penyebaran dan tarbiyah Islam kepada umat menjadi lebih efisien dan cepat serta terarah.

Penutup;

Poligami yang dilakukan oleh Rasulullah sesungguhnya sarat dengan catatan-catatan penting. Beliau tidak melakukannya secara bebas dan tanpa pertimbangan. Sangat berbeda dengan praktek poligami oleh kebanyakan orang. Umumnya orang berfikir, yang penting tidak lebih dari empat orang isteri, maka bisa saja ganti-ganti isteri. Talak sana sini. Akad sini sana. Adalah Rasulullah, beliau dilarang nikah lagi, selain yang telah ada disisinya. Walaupun salah satu atau semuanya meninggal dunia. (Q.S: al-Ahzab: 52)

Dan dalam setiap pernikahan poligami yang dilakukan Rasulullah SAW terdapat keistimewaan-keistimewaan dan situasi khusus sehingga Allah mengizinkan Beliau untuk itu. Dari segala catatan yang ada, tidak pernah ada satu catatan pun yang menyatakan bahwa pernikahan poligami yang dilakukan Rasulullah disebabkan Rasulullah ingin menjaga kesuciannya dari perzinahan atau dari segala hal yang berkaitan dengan hawa nafsu. Maha Suci Allah dan Rasul-Nya.


C. Poligami Dalam Alkitab ;

•kitab Ulangan 21:15-16 dan Keluaran 21:10 menjelaskan, beberapa aturan hukum beristri lebih dari satu. Ini adalah bukti bahwa alkitab (Bibel) pun tidak melarang poligami. Alkitab, memberikan aturan tentang poligami, sesuai zaman yang berlaku pada masa itu.

Dalam Alkitab, pelaku poligami pertama kali adalah Lamekh (Kejadian 4:19). Dalam Ulangan 25:5 disebutkan, jika suami meninggal, maka sang istri itu harus dinikahi oleh saudara lelaki sang suami. Perkawinan antara janda dengan ipar ini disebut "Kewajiban Perkawinan Ipar".

Jika saudara Ipar sudah beristri, ia harus memoligami janda iparnya. Jika saudara ipar itu menolak menikahinya dengan alasan tidak suka, ia dihukum oleh tokoh Nasrani dengan cara diludahi mukanya (Ulangan 25:0).

Dalam Bibel pun terdapat puisi tentang poligami : Permaisuri ada enam puluh, selir delapan puluh, dan dara-dara tak terbilang banyaknya. Tetapi dialah satu-satunya merpatiku, idam-idamanku, satu-satunya anak ibunya, anak kesayangan bagi yang melahirkannya, putri-putri melihatnya dan menyebutnya bahagia, permaisuri-permaisuri dan selir-selir memujinya (Kidung Agung 6:8-9).

Legalnya poligami ini, didukung fakta di dalam Bibel, bahwa para Nabi Bani Israil juga berpoligami. Nabi Ibrahim punya dua istri, yaitu Sara (Kejadian 11:29-31) dan Hagar (Kejadian 11:29-31). Selain itu, Ibrahim disebut juga punya gundik bernama Kentura (Kejadian 25:1).

Nabi Yakub punya empat istri, yaitu Lea, Rahel, Bilha dan Zilpa (Kejadian 29:31-32, 30:34, 30:39). Jejak Nabi Yakub ditiru oleh anaknya, Esau, dengan menikahi dua perempuan Kanaanm yaitu Ada dan Oholibama (Kejadian 36:2-10).

Nabi Musa berpoligami dengan mengawini dua istri. Salah satunya bernama Zipora (Keluaran 18:2, Bilangan 12:1).

Salomo alias Nabi Sulaiman punya 700 istri dan 300 gundik (I Raja-raja:1-3). Anak kandung Salomo, Rehabeam, juga berpoligami. Ia punya 18 istri dan 60 gundik yang memberinya 28 anak laki-laki dan 60 perempuan (2 Tawarikh 11:21).

Nabi Daud memiliki banyak istri dan gundik, diantaranya Ahinoam, Abigail, Maacha, Hadjit, Edjla, Michal dan Batsyeba ,(I Samuel 25:43-44,27:3,30:5, II Samuel 3:1-5, 5:13, I Tawarikh 3:1-9, 14:3, II Samuel 16:22). Simson kawin beberapa kali (Hakim-hakim 14:10, 16:1-4), dan masih banyak lagi daftar pelaku pepoligami dalam Alkitab.

Jauh sebelum Rasul lahir, Nabi Daud, Abraham, Yakub dan Salomo telah mempraktikan poligami. Tapi tak satupun ayat Bibel yang mengecam atau menilainya sebagai tindakan yang salah, bermaksiat dan dosa.

Nabi Daud, mengoleksi banyak istri dan gundik, tapi Tuhan tidak mengecamnya sebagai kelemahan. Bahkan, Tuhan memberikan penghargaan dengan julukan "Nabi yang taat kepada Tuhan dan berkenan di hati-Nya" (Kisah Para Rasul 13:22).

Nabi Yakub menikahi banyak wanita yang memiliki hubungan darah. Toh, Yakub tidak dibenci Tuhan. Semasa hidunya, Allah justru menampakkan diri kepada Yakub sebagai Allah Yang Maha Kuasa (Keluaran 6:2). Bahkan, Tuhan menjanjikan akan memberikan sebuah negeri pada keturunan Yajub (Keluaran 33:1). "Yakub adalah nabi yang diberkati Tuhan, berada dalam kerajaan Sorga (Kerajaan Allah) bersama dengan Abraham, Ishak dan semua nabi Allah," (Matius 8:11), Lukas 13:28).

Labi Lot (Luth), dalam Bibel juga disebut memoligami dua kakak beradik hingga beranak-pinak. Tapi, Tuhan tidak menegurnya sebagai orang yang berdosa karena berpoligami. Bahkan, Tuhan memberikan pujian kepada Lot sebagai orang yang benar dan taat jepada Tuhan (II Petrus 2:7).

Bahkan, Nabi Salomo (Sulaiman) dalam Bibel diceritakan sebagai nabi superpoligami dengan koleksi istri terbanyak di dunia. Tuhan juga tidak mencelanya, sebagai tindakan maksiat. Tuhan justru menyayangi Salomo sebagai orang yang sudah dipilih Tuhan sejak bayi menjadi hamba-Nya yang akan mendirikan Bait Allah (I Tawarikh 22:9-10).

Pada masa Yesus, jika praktik poligami ini tercela dan harus dihapus, pasti yesus menyikapinya dengan tegas. Ternyata, Yesus tidak pernah menghapus aturan tentang poligami yang diterapkan para Nabi terdahulu. "Janganlah kamu menyangka, bahwa aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya," (Matius 5:17).

Dalam buku Sex in The Bible, halaman 5 disebutkan, Yesus sendiri -meski Bibel tak menceritakan- apakah dia pernah menikah dan berpoligami? Tapi, Ia tak pernah komplain ketika murid terkasihnya, Petrus, menikah berulangkali. Yesus tak mengecam apalagi menyuruh Petrus menceraikan istri-istrinya. Ini menunjukkan, Yesus tidak mengharamkan poligami.

Sikap Yesus ini bisa dimaklumi, karena leluhur Yesus sendiri adalah pelaku poligami (silsilah leluhur Yesus ada di Injil Matius 1:1-17).

17. Menjawab Gugatan ; Muhammad Seorang Gay




Keutamaan Al-Hasan dan Al_Husein bin Ali

Diriwayatkan dari al-Bara’ bin ‘Azib 4& ia berkata, “Aku melihat Rasulullah saw. menggendong al-Hasan bin Ali di atas pundak beliau seraya berkata, “Ya Allah SWT., aku mencintainya maka cintailah dia.”

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari hadits Syu’bah.1158 Imam Ahmad1159 meriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata, “Pada suatu hari Rasulullah saw. pergi ke pasar Bani Qainuqa’ dengan dituntun oleh kedua tanganku. Beliau berkeliling di pasar tersebut. Kemudian kembali dan duduk di dalam masjid. Beliau berkata, ‘Di mana si Laka’ ? Panggil kemari si Laka’!’ Lalu datanglah al-Hasan berlari ke arah beliau lalu duduk di pang-kuan beliau. Rasulullah saw. memasukkan lidah beliau ke dalam mulutnya sembari berkata, “Ya Allah SWT., aku mencintainya maka cintailah dia dan cintailah orangorang yang mencintainya.” Beliau katakan sebanyak tiga kali.

Abu Hurairah berkata, “Tidaklah aku melihat al-Hasan melainkan menetes air mataku atau berlinang air mataku atau melainkan aku menangis.” Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Muslim dan tidak dikeluarkan oleh keduanya.

Imam Ahmad1160 meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ia berkata, “Rasulullah saw. keluar menemui kami bersama al-Hasan dan al-Husain. Keduaduanya beliau gendong di atas pundak beliau. Sekali-kali beliau men-cium al-Hasan dan sekali kali mencium al-Husain, hingga beliau sampai di hadapan kami. Seorang lelaki berkata, “Wahai Rasulullah saw., engkau kelihatannya sangat mencintai keduanya.” Rasulullah saw. berkata, “Barangsiapa mencintai keduanya berarti ia telah mencintaiku dan barang-siapa membuat keduanya marah berarti ia telah membuatku marah.” Imam Ahmad terpisah seorang diri dalam periwayatan hadits ini.

Diriwayatkan dalam hadits Ali, Abu Sa’id, Buraidah1161 dan Hudzaifah bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Al-Hasan dan al-Husain adalah pemimpin para pemuda penduduk Surga, dan ayah mereka lebih baik daripada mereka.” Dalam hadits Abdullah bin Syaddad dari ayahnya disebutkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. mengimami mereka shalat dalam sebuah shalat di malam hari. Beliau sujud dan memperpanjang sujud. Setelah salam beliau berkata kepada para makmum: ” Sesungguhnya cucuku ini -yakni al-Hasan- naik ke atas punggungku dan aku tidak ingin mengusirnya hingga ia merasa puas. ” 1162

Ats-Tsauri1163 meriwayatkan dari Abu Zubair dari Jabir ia berkata, “Aku menemui Rasulullah saw. sementara beliau membawa al-Hasan dan al-Husain di atas pundak beliau. Beliau berjalan merangkak sambil menggen-dong mereka di atas punggung beliau. Aku berkata, “Sebaik-baik unta adalah unta kalian berdua.” Rasulullah saw. menimpali, “Sebaik-baik anak unta adalah kalian berdua.”

Sanadnya sesuai dengan syarat Muslim dan belum dikeluarkan oleh mereka. Imam Ahmad 1164 berkata, Hasyim bin al-Qasim telah menyampaikan kepada kami dari Jarir dari Abdurrahman bin Abi Auf al-Jursyi dari Mu’awiyah ia berkata, “Aku melihat Rasulullah saw. mencium lidahnya.” Atau ia berkata, “Aku melihat Rasulullah saw. mencium bibirnya.” Yakni al-Hasan bin Ali . Sesungguhnya tidak akan terkena siksa lidah atau bibir yang dicium oleh Rasulullah saw. .” Imam Ahmad terpisah seorang diri dalam periwayatan hadits ini.

Dalam kitab ash-Shahih telah diriwayatkan dari Abu Bakrah, demikian pula diriwayatkan oleh Ahmad dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah saw. bersabda:

” Sesungguhnya cucuku ini adalah sayyid, kelak Allah SWT. Akan mendamaikan dua kelompok besar kaum muslimin melalui dirinya.“ Al-Hasan turun jabatan dan menyerahkan kepemimpinan kepada Mu’awiyah. Terjadilah apa yang dikatakan oleh Rasulullah saw. tadi.

Jadi ciuman Rasulullah kepada cucunya tak lebih dari ciuman kasih sayang seorang kakek kepada cucunya. Bukankah Rasulullah juga menikahi perempuan bahkan berpoligami. Apa mungkin seorang gay berpoligami?!


ISLAM MENGECAM HOMOSEKS (GAY), KRISTEN MALAH MELEGALKANNYA

Tudingan bahwa Allah dan Nabi adalah orang yang homoseks, adalah fitnah yang benar-benar keji.

Sebab Allah SWT dalam Al-Qur’an secara jelas mengutuk dan melaknat praktik homoseksual karena bertentangan dengan kodrat dan kenormalan manusia. Allah menggambarkan azab-Nya kepada kaum homo dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf 80-84 : Surat al A’raf [7]80-84:

Allah Berfirman:

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِّن الْعَالَمِينَ

“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu [551], yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?”

إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِّن دُونِ النِّسَاء بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُونَ

“Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas”.

وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلاَّ أَن قَالُواْ أَخْرِجُوهُم مِّن قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ

“Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri.”

فَأَنجَيْنَاهُ وَأَهْلَهُ إِلاَّ امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ

“Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).”

وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِم مَّطَرًا فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُجْرِمِينَ

“Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu. (QS. Al A’raf (7) :80-84)

“Sudah jelas, kaum Luth diazab karena liwath yang mereka lakukan,”

Firna Allah dalam QS. Hud:82-83.

“Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan seksaan itu tiadalah jauh dari orang- orang yang lalim. ” (QS. Hud: 82-83)

Rasulullah SAW juga bukan orang yang homo, justru beliau bersikap tegas dalam memerangi penyimpangan seksual ini, dalam sabdanya:

”Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (liwath/homoseks) maka hukum matilah baik yang melakukan maupun yang diperlakukannya” (HR. Al-Khomsah kecuali An-Nasa’i).

Faktanya, wacana dan gaya hidup homo maupun gay justru tumbuh dalam tubuh kekristenan.

Tanggal 27 Februari 2004, The Associated Press Wire menyiarkan satu tulisan berjudul Two Studies Cite Child Sex terhadap anak-anak yang dilakukan oleh 4 persen pastur gereja Katolik. Setelah tahun 1970, 1 dari 10 pastur akhirnya tertuduh melakukan pelecehan seksual itu. Dari tahun 1950 sampai 2002, sebanyak 10.667 anak-anak dilaporkan menjadi korban pelecehan seksual oleh 4.392 pastur. Studi ini dilakukan olehThe American Catholic Bishops tahun 2002 sebagai respon terhadap tuduhan adanya penyembunyian kasus-kasus pelecehan seksual yang dilakukan para tokoh gereja. (Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler Liberal, 2005).

Jadi tuduhan bahwa Rasulullah adalah seorang gay sangat tidak masuk akal dan hanya dusta semata. !